Selasa, 07 Januari 2014

Lecture Notes Mata Kuliah : Dasar-dasar Manajemen SKS : 3 Prodi : Green Economy Disusun Oleh : Dr. Siti Rahmi Utami, MM, MPhil Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah manajemen membahas tentang pengertian manajemen, pendekatan dalam disiplin ilmu manajemen, perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya organisasi, pengendalian, lingkungan perusahaan, melakukan bisnis secara lobal, tanggung jawab sosial perusahaan, memotivasi karyawan, komunikasi di dalam perusahaan, serta pendekatan-pendekatan pengembangan strategi perusahaan. Pertemuan 1. Pengertian Manajemen Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa akan dapat memahami tentang konsep dan pengertian manajemen. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat memahami tentang fungsi manajemen, bagaimana cara pencapaian tujuan perusahaan, organizational hierarchy yang berkaitan dengan fungsi manajemen, peran-peran manajerial, managerial skills, keahlian dan tingkatan manajemen. 1.1.Pengertian Manajemen Salah satu aspek terpenting dalam manajemen adalah bagaimana manajer dapat mengenali peran dan pentingnya para pihak yang akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan. Para manajer harus mengakui bahwa mereka tidak akan dapat mencapai tujuan perusahaan seorang diri, melainkan melalui kerja sama dengan orang lain. Salah seorang pemikir manajemen yakni Mary Parker Follet [Daft and Marcic, 2007] menegaskan bahwa pada dasarnya manajemen adalah ”the art of getting things done through people” [seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Seorang ahli teori manajemen lainnya, Peter Drucker menambahkan bahwa tugas penting manajer adalah menetapkan arah tujuan perusahaan, memberikan kepemimpinan untuk mencapai tujuan tersebut serta membuat keputusan mengenai bagaimana menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Koontz mempopulerkan konsep fungsi-fungsi manajemen (management functions) dengan mengelompokkan tugas-tugas yang dilakukan oleh manajemen ke dalam 5 fungsi manajemen, yang mencakup: 1. Perencanaan (planning) 2. Pengorganisasian (organizing) 3. Pengisian staff (staffing) 4. Memimpin (leading) 5. Pengendalian (controlling) Sedangkan definisi dari fungsi manajemen tersebut adalah pekerjaan yang dilakukan oleh para manajer pada saat mereka mengelola perusahaan yang dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok tugas yang memiliki tujuan. Kelima fungsi manajemen dilaksannakan secara simultan untuk menjamin tercapainya tujuan perusahaan [Koontz and Weihrich, 1993]. Fungsi pertama yang dijalankan oleh seorang manajer adalah planning [perencanaan], yaitu suatu proses mengembangkan tujuan-tujuan perusahaan serta memilih serangkaian tindakan [strategi] untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Perencanaan mencakup [a] menetapkan tujuan [b] mengembangkan berbagai premis mengenai lingkungan perusahaan di mana tujuan-tujuan perusahaan hendak dicapai [c] memilih arah tindakan [courses of action] untuk mencapai tujuan tujuan tersebut [d] merumuskan berbagai aktivitas yang diperlukan untuk menerjemahkan rencana menjadi aksi [e] melakukan perencanaann ulang untuk mengoreksi berbagai kekurangan dalam perencanaan terdahulu. Untuk mencapai apa yang telah ditetapkan dalam rencana, manajer melakukan fungsi yangg kedua yakni organizing [pengorganisasian]. Pengorganisasian adalah suatu proses di mana karyawan dan pekerjaannya saling dihubungkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengorganisasian mencakup pembagian kerja di antara kelompok dan individu serta pengkoordinasian aktivitas individu dan kelompok. Pengorganisasian mencakup juga penetapan kewenangan manajereial. Selain mengorganisasi sumber daya manusia, pengorganisasian juga mengorganisasi penggunaan berbagai sumber daya nonmanusia seperti uang, material, peralatan mesin, dan sebagainya, untuk mencapai tujuan perusahaan. Roda organisasi akan berjalan dengan baik apabila perusahaan melakukan perekrutan sumber daya manusia sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Fungsi tersebut adalah staffing [pengisian staff], yaitu suatu proses untuk memastikan bahwa karyawan yang kompeten dapat dipilih dan dikembangkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sumber daya manusia yang telah diorganisasi tersebut selanjutnya perlu diarahkan aktivitasnya agar menghasilkan pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan fungsi keempat yakni leading [memimpin]. Memimpin adalah suatu proses memotivasi individu atau kelompok dalam suatu aktivitas hubungan kerja [task-related activities] agar mereka dapat bekerja dengan baik dan harmonis dalam mencapai tujuan perusahaan. Akhirnya manajemen perusahaan harus senantiasa memastikan bahwa pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh sumber adaya manusia dan penggunaan sumber daya organisasi sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Untuk memastikan hal tersebut, manajemen perusahaan melakukan fungsi kelima yaitu controlling [pengendalian], yang merupakan suatu proses untuk memastikan adanya kinerja yang efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pengendalian mencakup [a] menetapkan berbagai tujuan dan standar, [b] membandingkan kinerja sesungguhnya yang diukur dengan tujuan dan standar yang telah ditetapkan, serta [c] mendorong keberhasilan dan mengoreksi berbagai kelemahan. Pengembangan model fungsi manajemen di atas mengacu pada pembagian fungsi manajemen yang dirumuskan oleh Henry Fayol. Fayol membagi fungsi manajemen ke dalam lima fungsi, yakni planning [perencanaan], organizing [pengorganisasian], commanding [pemberian komando], coordinating [pengkoordinasian], dan controlling [pengendalian]. Koontz [Koontz, O’Donnol, dan Weihrich] menyatakan bahwa fungsi adalah sekumpulan pekerjaan yang bisa dibedakan secara nyata dari kumpulan pekerjaan lainnya. Misalnya fungsi perencanaan tentunya memiliki kumpulan pekerjaan yang berbeda secara nyata dengan kumpulan pekerjaan yang dilakukan pada fungsi pengorganisasian. Hal ini berlaku pula bila konsep fungsi yang diumuskan oleh Koontz diterapkan untuk menjelakan fungsi organisasi. Menurut Harold Koontz, berkaitan dengan fungsi manajement “many scholars and managers have found that the analysis of management is facilitated by a useful and clear oganization of knowledge. In studying management, therefore, it is helpful to break it down into five managerial functions, planning, organizing, staffing, leading, and controlling, around which can be organized the knowledge that underlies those functions”. Pada perkembangan selanjutnya, fungsi-fungsi manajemen disusutkan menjadi empat fungsi, yang mencakup planning, organizing, leading/directing, dan controlling [Robbins and Coulter, 2005]. Penyusutan fungsi tersebut terjadi karena sebagian sebagian ahli manajemen berpendapat bahwa fungsi staffing [pengisian staff] sudah tercakup dalam fungsi organizing [pengorganisasian]. Berdasarkan paparan di atas, manajemen dapat didefinisikan sebagai “proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien”. 1.2.Definisi Manajemen dan Pencapaian Tujuan Perusahaan Berikut ini adalah definisi manajemen dan bagaimana agar dapat mencapai tujuan perusahaan : 1. Manajemen merupakan sebuah proses. Artinya, seluruh kegiatan manajemen yang dijabarkan ke dalam empat fungsi manajemen dilakukan secara berkesinambungan dan semuanya bermuara kepada pencapaian tujuan perusahaan. 2. Pencapaian tujuan perusahaan dilakukan melalui serangkaian aktivitas yang dikelompokkan ke dalam fungsi-fungsi manajemen dan mencakup pfungsi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, serta pengendalian. 3. Pencapaian tujuan dilakukan secara efektif dan efisien. Efektifitas menunjukkan tercapainya tujuan yang diinginkan melalui serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Sedangkan efisiensi menunjukkan pencapaian tujuan secara optimal dengan menggunakan sumber daya yang paling minimal. 4. Pencapaian tujuan perusahaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya organisasi yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Harold Koontz, berkaitan dengan definisi manajemen, “management is the process of designing and maintaining an environment in which individuals, working together in groups, efficiently accomplish selected aims. This basic definition needs to be expanded: [1] As managers, people carry out the managerial functions of planning, organizing, staffing, leading, and controlling. [2] Management applies to any kind of organization. [3] It applies to managers at all organizational levels. [4] The aim of all managers is the same: to create a surplus. [5] Managing is concerned with productivity: this implies effectiveness and efficiency”. 1.3.Organizational Hierarchy Berkaitan dengan Fungsi Manajemen Gambar berikut ini adalah skema yang menjelaskan tentang organizational hierarchy berkaitan dengan fungsi manajemen. Gambar 1.1.Organizational Hierarchy Berkaitan dengan Fungsi Manajemen 1.4.Peran-Peran Manajerial (Managerial Roles) Henry Mintzberg [1988] mengemukakan konsep peranan manajer [manajer roles] untuk lebih mempertajam pemahaman mengenai apa yang sebenarnya dilakukan oleh manajer. Dalam hal ini Mintzberg merumuskan manajer sebagai orang yang memiliki wewenang di dalam suatu organisasi karena manajer diberi wewenang formal [formal authority] oleh perusahaan. Berdasarkan pengamatan Mintzberg, diperoleh tiga kelompok peran manajerial yaitu sebagai berikut : 1. Interpersonal roles, yang mencakup di dalamnya figurehead role, leader role, dan liaison role. Berdasarkan status serta kewenangan yang dimilikinya, manajer harus melakukan interaksi dengan sumber daya manusia lainnya di dalam organisasi. Dari interaksi inilah akan muncul peran manajer yang bersifat interpersonal yang diwujudkan ke dalam 3 peran yang penting yaitu figurehead role, leader role, dan liaison. 2. Informational roles, yang mencakup di dalamnya monitor role, disseminator role, dan spokesman role. Status dan wewenang formal yang dimiliki oleh seorang manajer memungkinkan manajer untuk memperoleh informasi yang lebih luas, antara lain karena adanya bawahan yang harus melaporkan berbagai perkembangan perusahaan kepada manajer tersebut. Akibat kedudukannya ini, maka manajer memiliki informasi yang lebih aktual dan dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan para bawahannya. 3. Decisional roles. Informasi yang dimiliki oleh para manajer akan memiliki nilai guna apabila informasi tersebut digunakan pada saat para manajer mengambil keputusan. Oleh karena itu, peran decisional roles mencakup entrepreneurial roles, disturbance handler role, resources allocator role, dan negotiator role. 1.5.Managerial Skills [Keahlian Manajerial] Manajer menjalankan fungsi maupun perannya dengan menggunakan keahlian manajer yang mereka miliki. Menurut Robert L. Katz, manajer yang efektif harus memiliki 3 keahlian yang mencakup : 1. Technical skills, yaitu keahlian dan pengetahuan para manajer yang berkaitan dengan suatu bidang pekerjaan atau ilmu. 2. Human skills, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh para manajer untuk dapat bekerja dengan baik bersama orang lain, baik sebagai perorangan maupun kelompok. Keahlian ini sangat penting karena manajer harus mengelola bawahannya dan bekerja sama dengan bawahannya untuk mencapai tujuan. Demikian pula para manajer harus mampu menjalin kerja sama dengan manajer lainnya dari departemen yang berbeda untuk mengejar tujuan perusahaan secara umum. 3. Conceptual skills, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh para manajer untuk mengkonseptualisasikan situasi yang abstrak dan kompleks. Dalam hal ini manajer harus dapat memandang organisasi secara keseluruhan dan memahami hubungan di antara unit-unit organisasi. Manajer juga harus dapat memvisualisasikan bagaimana organisasi secara keseluruhan dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan lingkungan yang terjadi. Clark Wilson [Kreitner, 2007] melakukan penelitian selama 30 tahun yang melibatkan ribuan manajer sebagai objek penelitiannya. Wilson menyimpulkan bahwa terdapat tiga kategori keahlian [skills] yang dibutuhkan oleh para manajer, yaitu technical skills, teambuilding skills, dan drive skills. Menurut Wilson ketiga jenis keahlian tersebut harus dijalankan dengan seimbang. Penekanan kepada salah satu keahlian saja akan mengakibatkan manajemen yang dilakukan oleh seorang manajer tidak berjalan efektif. Dalam kaitan dengan pelaksanaan ketika peran tersebut secara seimbang, Wilson [Kreitner, 2007] menjelaskan bahwa : “too many managers try to exercise control without providing the technical and teambuilding skills needed to achieve their goals. They must see that they cannot exercise effective control without first exercising their up-front responsibilities for communiacating goals and coordinating teams. Sedangkan menurut Harold Koontz, managerial skills terdiri dari : “[1] Technical skill, is knowledge of and proficiency in activities involving methods, processes, and procedures. [2] Human skill, is the ability to work with people ; it is cooperative effort ; it is teamwork, it is the creation of an environment in which people feel secure and free to express their opinions. [3] Conceptual skill is the ability to see the “big picture,” to recognize significant elements in a situation, and to understand the relationships among the elements. [4] Design skill is the ability to solve problems in ways that will benefit the enterprise”. 1.6.Keahlian dan Tingkatan Manajemen Berikut ini adalah skema yang menjelaskan tentang kaitan antara keahlian yang dimiliki oleh manajer dan tingkatan manajemen. Gambar 1.2.Skills and Management Levels 1.7.Tingkatan-Tingkatan Manajemen Dalam sebuah perusahaan terdapat 3 tingkatan manajer yaitu : a. Top management. Merupakan eksekutif tertinggi di perusahaan yang akan menetapkan tujuan dan strategi perusahaan secara keseluruhan. Manajemen puncak memiliki berbagai sebutan seperti president director, managing director, executive directors, atau chief executive officer. Manajer lain yang termasuk ke dalam kelompok manajemen puncak suatu perusahaan adalah chief operating officer yaitu eksekutif puncak yang bertanggung jawab terhadap operasi sehari-hari berbagai department atau unit usaha, serta secara periodik memberikan informasi mengenai jalannya masing-masing department atau unit bisnis kepada CEO. Chief operating officer sering juga disebut GM. Sedangkan CFO adalah eksekutif senior yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengendalian keuangan untuk suatu perusahaan atau proyek. CFO bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh fungsi akuntansi yang mencakup : [1] pengendalian kredit [2] mempersiapkan anggaran [3] mempersiapkan laporan keuangan [4] mengkoordinasikan pelaksanaan fungsi keuangan dan mengelola pengadaan dana (fund rising) [5] memonitor pengeluaran dan likuiditas perusahaan [6] mengelola investasi dan masalah perpajakan [7] memberikan laporan kinerja keuangan kepada dewan direksi [8] menyediakan data-data keuangan secara terus-menerus bagi CEO. b. Middle management. Terdiri dari para manajer yang mengepalai department tertentu seperti departmen keuangan [manajer keuangan], marketing [manajer marketing], maupun department produksi [manajer produksi]. Manajer menengah dapat pula menjabat sebagai project manager yang bertanggung jawab mengimplementasikan berbagai kebijakan yang telah dibuat oleh manajemen puncak. c. First-line manager. Merupakan manajemen jenjang pertama yang memimpin karyawan nonmanajer dan berada di bawah pengendalian manajemen menengah. Supervisor adalah yang bertanggung jawab terhadap pengawasan berbagai tugas spesifik sehari-hari yang dilakukan oleh karyawan nonmanajer. Pertemuan 2. Pendekatan dalam Disiplin Ilmu Manajemen Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa akan dapat memahami tentang pendekatan dalam disiplin ilmu manajemen. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat mengenali tentang pendekatan dalam disiplin ilmu manajemen yang terdiri dari Universal Process Approach, Operational Approach, Behavioral Approach, System Approach, dan Contingency Approach ; memahami tentang empat belas prinsip manajemen yang terdiri dari division of works, authority, discipline, unity of command, unity of direction, subordination of individual interest to the general interest, renumeration, centralization, scalar chain, keteraturan, equity, stability and tenure of personnel, inisiatif, menghormati korps ; serta memahami tentang karakteristik pendekatan manajemen 2.1.Managing : Science atau Art ? Menurut Harold Koontz [Management: a Global Perspective], “the science underlying managing is fairly crude and inexact. this is true because the many variables with which managers deal and extremely complex. Nevertheless, such management knowledge can certainly improve managerial practice”. Sedangkan pendapatnya mengenai element dari science adalah : “science is organized knowledge. The essential feature of any science is the application of the scientific method to the development of knowledge. Thus, a science comprises clear concepts, theory, and other accumulated knowledge developed from hypotheses, experimentation, and analysis”. 2.2.Pendekatan dalam Disiplin Ilmu Manajemen Praktik manajemen sudah dijalankan diperkirakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh adalah pada saat pembangunan piramida besar di Mesir yang membutuhkan tenaga kerja sebanyak 100.000 orang dan penyelesaiannya memerlukan waktu 20 tahun [Kreitner, 2007]. Pencapaian yang luar biasa tersebut diduga kuat merupakan hasil dari sebuah manajemen yang sangat cermat. Praktik manajemen di Indonesia juga diperkirakan sudah berlangsng selama ratusan tahun. Hal tersebut terlihat dari pencapaian budaya bangsa Indonesia di masa lalu yang berhasil membangun candi Borobudur [Wikipedia.org]. Kendati praktik manajemen sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun atau ribuan tahun yang laulu, namun berbagai perbagai peradaban masa lalu tersebut belum berhasil mensistematisasi manajemen menjadi sebuah kumpulan pengetahuan sistematis yang akan melahirkan disiplin ilmu manajemen [Lawrence, 1984]. Studi manajemen secara sistematis merupakan hal yang baru dan dapat dikatakan bahwa kajian akademik terhadap ilmu manajemen merupakan produk awal ke-20. Manajemen sebagai disiplin ilmu yang masih muda, banyak memperoleh sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang lain seperti psikologi, sosiologi, matematika, maupun fisika. Oleh sebab itu terdapat berbagai pendekatan yang menunjukkan cara pandang di dalam menjelaskan disiplin ilmu manajemen dengan menggunakan perspektif ilmu psikologi, sosiologi, matematika, maupun fisika. Berikut ini akan dijelaskan berbagai pendekatan yang digunakan dalam disiplin ilmu manajemen. Pendekatan tersebut adalah sebagai berikut : A. Universal Process Approach Pendekatan proses universal merupakan merupakan pendekatan yang paling tua dan paling popular di dalam pemikiran manajemen (Kreitner, 2007:34). Pendekatan ini dikenal pula sebagai pendekatan fungsional (functional approach). Menurut pendekatan proses universal, administrasi seluruh organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta, besar atau pun kecil akan membutuhkan proses rasional yang sama. Pendekatan ini didasari oleh dua asumsi utama. Pertama, meskipun tujuan perusahaan memiliki keragaman namun proses inti manajemnnya adalah sama untuk seluruh organisasi tersebut. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini manajer yang sukses menangani suatu jenis perusahaan diasumsikan akan dapat mengelola organisasi lainnya sekalipun memiliki tujuan berbeda. Kedua, proses manajemen secara universal dapat disederhanakan menjadi sekumpulan fungsi dan prinsip yang saling berhubungan. Salah seorang tokoh terkemuka tentang pendekatan proses universal adalah Henry Fayol yang meneerbitkan buku berjudul adiministration industrielle et generale, yang kemudian menjadi sebuah buku klasik di dalam pemikiran ilmu manajemen. Menurutnya, pekerjaan manajer dapat dibagi menjadi 5 fungsi yang mencerminkan tanggung jawab manajer. Kelima fungsi tersebut adalah : planning, organizing, commanding, coordinating, and controlling. Untuk menjalankan kelima fungsi tersebut, manajer membutuhkan sejumlah prinsip dalam pengelolaan organisasi yang dinyatakan oleh Fayol sebagai 14 prinsip manajemen, yaitu: 1. Division of works (pembagian kerja). Untuk mencapai tujuan organisasi, pekerjaan harus dibagi kepada para pekerja sehingga pembagian kerja itu akan meningkatkan keahlian pekerja karena adanya proses spesialisasi kerja. Pembagian kerja memungkinkan suatu pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga bila hasil kerja dari seluruh karyawan itu digabungkan akan memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan bila perusahaan tidak melakukan pembagian kerja. 2. Authority (wewenang), yaitu hak untuk memerintah bawahan. Hak tersebut diberikan secara bersamaan dengan tanggung jawab yang dimiliki seorang manajer terhadap pencapaian hasil kerja bagian yang dipimpinnya. 3. Discipline (disiplin), yaitu sikap patuh terhadap aturan organisasi yang harus dimiliki oleh manajer maupun karyawan. Sikap ini akan memungkinkan organisasi akan berjalan dengan lancar. 4. Unity of command (kesatuan perintah). Dalam hal ini setiap karyawan harus menerima perintah hanya dari satu atasan agar karyawan terhindar dari kebingungan di dalam melaksanakan tugas. 5. Unity of direction (kesatuan arah). Usaha yang dilakukan oleh manajer maupun karyawan di dalam organisasi harus dikoordinasikan dan difokuskan kepada suatu arah atau tujuan yang sama. 6. Subordination of individual interest to the general interest (meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi). Dalam hal ini setiap karyawan maupun manajer harus meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi sehingga tidak terjadi perbedaan kepentingan (conflict of interest) yang akan menghambat pencapaian tujuan organisasi. 7. Renumeration (penggajian). Setiap karyawan harus dibayar secara wajar sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan bagi organisasi. 8. Centralization (pemusatan wewenang). Agar pemberian perintah dapat berjalan dengan efektif, dibutuhkan pemusatan wewenang. 9. Scalar chain (rantai skalar). Rantai skalar menunjukkan rantai komando yang tergambar di dalam struktur organisasi formal. Rantai komando ini perlu dipahami oleh masing-masing karyawan agar dapat melakukan pelaporan dan koordinasi pekerjaan secara jelas. 10. Order (keteraturan). Menunjukkan penataan orang dan material secara teratur di tempat kerja. 11. Equity (keadilan). Manajer harus memperlakukan karyawan dengan adil untuk memperoleh loyalitas dan kesungguhan kerja karyawan. 12. Stability and tenure of personnel (stabilitas tenaga kerja). Dalam hal ini perusahaan harus berupaya mempertahankan karyawan terutama yang memiliki kinerja baik, karena kehilangan karyawan dengan kinerja baik akan mengakibatkan menurunnya produktifitas atau minimal mengaruskan perusahaan melatih kembali karyawan baru untuk mencapai tahap keahlian setara dengan karyawan lama. 13. Initiative (inisiatif). Manajer harus memotivasi karyawan untuk memikirkan rencana dan melaksanakan rencana tersebut karena karyawan akan memiliki kepuasan lebih besar bila mereka bisa melaksanakan apa yang mereka rencanakan. 14. Esprit de Corps (menghormati korps). Merupakan suatu kondisi di mana manajer dan karyawan mengormati organisasi tempat di mana dia bekerja diantaranya dengan menjaga nama baik organisasi. B. Operational Approach Pendekatan operasional barawal di dalam industri manufaktur dan berkaitan dengan kegiatan manajemen perusahaan yang berorientasi kepada kegiatan produksi. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi, memangkas terjadinya pemborosan, serta meningkatkan mutu [Kreitner, 2007]. Mamasuki abad ke-21, pendekatan ini sering juga disebut sebagai scientific management, management science, operation research, production management, dan operation management. Peletak dasar pendekatan operasional aatau scientific management adalah Frederick Winslow Taylor. Pendekatan ini dinamakann scientific management karena Taylor menerapkan kaidah-kaidah ilmiah dalam kegiatan management produksi untuk menggantikan praktik tradisional [Koontz and Weihrich, 1988]. Operational approach ini meliputi: 1. Standardisasi (standardization). Proses pembuatan standar dilakukan melalui suatu observasi yang cermat. 2. Studi waktu dan tugas (time and task study). Untuk meningkatkan efisiensi kerja, Taylor melakukan studi waktu dan gerak untuk mendeteksi berbagai kekeliruan di dalam bekerja yang dilakukan menurut kebiasaan. 3. Seleksi sistematis dan pelatihan (systematic selection and training). Hasil penelitian yang dilakukan Taylor menunjukkan bahwa melalui seleksi karyawan yang tepat guna mengerjakan pekerjaan tertentu dan memberikan kepada mereka pelatihan yang dibutuhkan dapat meningkatkan produktivitas kerja secara signifikan. Kesimpulannya adalah bahwa karyawan dapat ditingkatkan kemampuannya sampai ke tingkat paling tinggi melalui kegiatan pelatihan. Semakin tinggi keahlian yang dimiliki karyawan maka dia akan dapat melakukan pekerjaannya dengan lebih produktif. 4. Pembayaran insentif (pay incentives). Berdasarkan hasil pengamatannya, Taylor menyimpulkan bahwa sistem pemberian upah tradisional yang memberikan upah dengan besaran tetap untuk setiap unit yang dihasilkan, tidak dapat memotivasi karyawan untuk mencapai produktifitas yang lebih tinggi. Untuk itu, Taylor memberikan sistem pengupahan diferensial untuk setiap unit produk yang dihasilkan (differential piece-rate plan), dan perusahaan Taylor mampu meningkatkan produktivitas karyawan. C. Behavioral Approach Sebagaimana pendekatan manajemen lainnya, pendekatan perilaku merupakan suatu pendekatan yang mengalami perkembangan secara evolusioner. Tokoh penting yang dianggap memberikan kontribusi paling besar bagi berkembangnya pendekatan perilaku adalah Elton Mayo. Bermula dari sebuah penelitian untuk mengetahui pengaruh berbagai kondisi kerja terhadap produktivitas karyawan. Kemudian dibuatlah eksperimen dengan dibuat satu kelompok pekerja yang diuji [test group]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas karyawan bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan fisik tetapi juga oleh faktor manusia. Tokoh kedua yang memberi kontribusi bagi perkembangan pendekatan perilaku adalah Mary Parker Follett. Kesimpulan penelitiannya adalah bahwa kunci kinerja dari para manajer di dalam melaksanakan tugasnya adalah kemampuan mereka untuk melakukan koordinasi. Follett juga berargumentasi bahwa proses pengambilan keputusan harus melibatkan karyawan apabila keputusan ini akan mempengaruhi karyawannya. Tokoh ketiga yang memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan pendekatan perilaku adalah Douglas McGregor. Ia memiliki latar belakang sebagai psikolog. McGregor memformulasikan teorinya yang terkenal mengenai bagaimana manajer mempersepsikan bawahannya yang dikenal dengan Teori X dan Teori Y. McGregor menyatakan bahwa manajer yang memiliki asumsi pesimis mengenai karyawan [Teori X] sedangkan menurut Teori Y, manajer menganggap bahwa para bawahannya adalah orang-orang yang menyukai pekerjaan mereka dan mereka juga akan memperoleh kepuasan melalui pelaksanaan kerja yang baik [Lewis, Goodman, and Fandt, 2004]. D. System Approach Konsep ini berasal dari ilmu fisika, di mana dalam teori fisika, sistem merupakan kumpulan dari berbagai bagian yang berjalan secara independent tetapi saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tokoh utama pendekatan sistem adalah Chester I. Barnard. Barnard memandang organisasi sebagai suatu sistem kerja sama [cooperative system]. Menurut Barnard, cooperative system merupakan suatu kumpulan yang terdiri dari komponen-komponen fisik, biologi, manusia secara pribadi dan sosial yang memiliki hubungan sistematis dan bekerja sama untuk setidak-tidaknya mencapai tujuan yang jelas. Pemikiran manajrmen modern lainnya yang sangat dipengaruhi oleh pendekatan sistem adalah pandangan bahwa organisasi seperti halnya manusia yang merupakan suatu sistem terbuka, memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar [Kreitner, 2007]. E. Contingency Approach Pendekatan ini merupakan suatu upaya untuk menentukan praktik dan teknik manajerial yang paling sesuai dengan situasi tertentu berdasarkan hasil penelitian. Secara umum istilah kontingensi memiliki arti pilihan dari suatu alternatif rangkaian tindakan. Tokoh manajemen yang memberikan kontribusi bagi perkembangan pendekatan kontingensi adalah Fred Luthans [Kreitner 2007]. Ia berpendapat bahwa munculnya pendekatan kontingesi dalam ilmu manajemen adalah bukan berarti bahwa pendekatan tradisional mengenai manajemen adalah keliru melainkan sudah tidak memadai lagi untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada beberapa dekade yang lalu. 2.3. Pendekatan Manajemen serta Karakteristik dan Keterbatasannya Pada tabel berikut ini dijelaskan tentang dua belas pendekatan manajemen serta karakteristik dan keterbatasannya. Tabel 2.1.Approaches to Management [Characteristics and Limitations] No. Characteristics/Contributions Limitations 1 Empirical or Case Approach Studies experience through cases. Identifies successes and failures. Situations are all different. No attempt to identify principles. Limited value for developing management theory. 2 Interpersonal Behavior Approah Focus on Interpersonal behavior, human relations, leadership, and motivation. Based on individual psychology. Ignores planning, organizing, and controlling. Psychological training is not enough to become an effective manager. 3 Group Behavior Approah Emphasis on behavior of people in groups. Based on sociology and social psychology. Primarily study of group behavior patterns. The study of large groups is often called ‘organization behavior’. Often not integrated with management concepts, principles, theory, and techniques. Need for closer integration with organization structure design, staffing, planning, and controlling. 4 Ccoperative Social Systems Approach Concerned with both interpersonal and group behavioral aspects leading to a system of cooperation. Expanded concept includes any cooperative group with a clear purpose. Too broad a field for the study of management. At the same time it overlooks many managerial concepts, principles, and techniques. 5 Sociotechnical Systems Approach Technical system has great effect on social system [personal attitudes, group behavior]. Focus on production, office operation, and other areas with close relationships between the technical system and people. Emphasis only on blue-collar and lower level office work. Ignores much of other managerial knowledge. 6 Decision Theory Approach Focus on the making of decisions, persons or groups making decisions, and the decision making process. Some theories use decision making as a springboard to study all enterprise activities. The boundaries of study are no longer clearly defined There is more to manage than making decisions. The focus is at the same time too narrow and too wide. 7 System Approach System concepts have broad applicability. Systems have boundaries but they also interact with the external environment. Analyses of the interrelatedness of systems and subsystems as well as the interactions of organizations with their external environment. 8 Mathematical or ‘Management Science’ Approach Managing is seen as mathematical processes, concepts, symbols, and model. Looks at management as a purely logical process, expressed in mathematical symbols and relationships. Preoccupation with mathematical models. Many aspects in managing can not be modeled. Mathematic is a useful tool, but hardly a school or an approach to management. 9 Contingency or Situational Approach Managerial practice depends on circumstances. Contingency theory recognizes the influence of given solutions on organizational behavior patterns. Managers have long realized that there is no one best way to do things. Difficulty in determining all relevant contingency factors and showing their relationship. Can be very complex. 10 Managerial Roles Approach Original study consisted of observations of 5 chief executives. On the basis of this study, ten managerial roles were identified and grouped into [1] interpersonal [2] informational and [3] decision roles. Original sample was very small. Some actiivties are not managerial. Activities are evidence of planning, organizing, staffing, leading, and controlling. But some important managerial activities were left out [eg. Appraising managers]. 11 McKinsey’s 7-s Framework The seven S’s are [1] strategy [2] structure [3] systems [4] style [5]staff [6] share values [7] skills. Although this experienced consulting firm now uses a framework similar to the one found useful by koontz et al. Since 1955 and confirms it practicality, the terms used are not precise and topics are not discussed in depth. 12 Operational Approach Draw together concepts, principles, techniques, and knowledge from other fields and managerial approaches. The attempt is to develop science and theory with practical application. Distinguishes between managerial and non-managerial knowledge. Develops classification system built around the managerial functions of planning, organizing, staffing, leading, and controlling. Does not, as some authors do, identify ‘representing’ or coordination’ as a separate function. Coordination for example is the essence of managership and is the purpose of managing. Gambar 2.1.System Approach to Management Pertemuan 3. Perencanaan Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa akan dapat memahami konsep tentang perencanaan. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat memahami dan menerapkan pendekatan teori dalam kegiatan perencanaan, langkah-langkah pada perencanaan, perencanaan sebagai fondasi manajemen, hierarki perencanaan yang terdiri dari misi, visi, tujuan spesifik, strategi, kebijakan, prosedur, aturan, program, dan anggaran, serta memahami tentang karakteristik dari excellent companies, dan jenis-jenis rencana. 3.1.Pengertian Perencanaan Perencanaan [planning] pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menetapkan di awal berbagai hasil akhir [end results] yang ingin dicapai perusahaan di masa mendatang. Antara kegiatan perencanaan dengan hasil akhir yang ingin dicapai diasumsikan terdapat jeda waktu [time lag], di mana semakin panjang rencana yang dibuat maka jeda waktu antara perencanaan dengan hasil akhir yang ingin dicapai semakin besar dan derajat ketidakpastian pencapaian hasil tersebut juga semakin meningkat. Sebaliknya, semakin pendek jeda waktu antara perencanaan yang dibuat dengan target hasil yang ingin dicapai maka derajat ketidakpastian pencapaian hasil akan menurun. 3.2.Pendekatan Teori dalam Kegiatan Perencanaan Pada tabel berikut ini dijelaskan mengenai pendekatan teori dalam kegiatan perencanaan perusahaan. Tabel 3.1.Pendekatan Teori dalam Kegiatan Perencanaan No. Market Theory No. Planning and Control Theory 1 Management is solely at the whim of prevailing economic, social, and political forces [environment]. 1 The future destiniy of the enterprise can be manipulated; hence, it can be planned and controlled by the management. 2 As a consequence, management esentially fills the role of a fortune teller – reading the environment. 2 Good managers can contrive realistic ways to achieve the objectives. 3 When the environment is read, reactive managerial decisions are made. 3 Management can manipulate the controllable variables and plan for the non-controllable variables. 4 Therefore, managerial competence [success] depends on an ability to read the environment and to react wisely. 4 Therefore, the quality of managerial planning decisions determine managerial competence. Reactive [ex-post] decisions: Management reads events that are happening and then reacts to them. Active [ex-ante] decisions: Management anticipate future events and plans for them. 3.3.Langkah-Langkah pada Perencanaan Gambar berikut ini menjelaskan tentang langkah-langkah pada perencanaan. Gambar 3.1.Langkah-langkah pada Perencanaan [Harold Koontz, Management: a Global Perspective] 3.4.Perencanaan sebagai Fondasi Manajemen Gambar berikut ini merupakan skema yang menjelaskan tentang perencanaan sebagai fondasi manajemen. Gambar 3.2.Rencana sebagai Fondasi Manajemen [Menurut Harold Koontz, Management: a Global Perspective] 3.5.Hierarki Perencanaan Koontz dan Weicrich (1988) menggambarkan keterkaitan antara berbagai jenis recana yang dibuat perusahaan dalam bentuk hierarki rencana [hierarchy of plans]. Dalam hal ini Koontz dan Weicrich mengasumsikan bahwa tipe rencana yang lebih bawah mengacu pada rencana yang tingkatnya lebih atas. Sebagai contoh, tujuan perusahaan akan mengacu kepada misi perusahaan. Demikian halnya strategi perusahaan [dalam arti yang sempit sebagaimana akan diuraikan pada saat membahas strategi] akan mengacu kepada tujuan perusahaan. Gambar 3.3.Hierarki Perencanaan a.Misi [mission] Menurut Peter Drucker [1968:66] misi [mission] dari sebuah perusahaan dirumuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti : “what is our business ?” , “who is our customer?” , “what does the customer buy?” , “what is value to the customer” , dan “what will our business be?”. Misi bagi sebuah perusahaan akan menggambarkan bisnis apa yang sedang dan akan dijalankan oleh perusahaan serta tujuan kualitatif apa yang ingin dicapai perusahaan melalui keberadaannya di bidang bisnis tertentu. Pearce dan Robinson (2005:26) menyebutkan pula beberapa pertanyaan mendasar yang biasanya dijawab dalam sebuah pernyataan misi perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup : “[1] Why is this firm in business ? ; [2] What are our economic goals ? ; [3] What is our operating philosophy in terms of quality, company image and self-concept ? [4] What are our core competencies and competitive advantages ? [5] What customers do and can we serve ? [6] How do we view our responsibilities to stockholders, employees, communities, environment, social issues, and competitors? “ Pernyataan misi dari microsoft [David, 2007] berikut ini menjawab beberapa pertanyaan mendasar yang diajukan di atas : Microsoft’s mission is to create software for the personal computer that empowers and enriches people in the workplace, at school and at home, as the world’s leading software provider, microsoft strive to produce innovative products that meet our customers’ evolving needs. b.Visi [vission] Pernyataan visi dibuat oleh perusahaan terutama untuk menjawab pertanyaan: “what will our business be?” atau pertanyaan “what do we want to become?”. Pertanyaan visi menunjukkan arah strategik perusahaan untuk mencapai berbagai hasil di masa mendatang sehingga akan menuntun pengerahan sumber daya perusahaan bagi pencapaian berbagai tujuan tersebut. Visi yang dibuat oleh perusahaan memiliki kaitan yang sangat erat dengan misi perusahaan, dalam arti arah strategik yang dinyatakan di dalam visi masih berada dalam lingkup usaha yang dijalankan oleh perusahaan. Sebagai contoh, visi microsoft dirumuskan sebagai berikut : “A computer on every desk and in every home, running on microsoft software, with a strong commitment to internet-related technologies that expand the power and reach of the PC and its users. Sedangkan visi pertamina adalah “menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia”. Visi yang disusun oleh perusahaan mengacu kepada misi perusahaan. Visi yang jelasakan menjadi landasan bagi pengembangan arah usaha perusahaan yang komprehensif. Pertanyaan mengenai visi dan misi perusahaan harus diajukan sepanjang perjalanan usaha. Dalam hal ini sudah menjadi praktik yang lazim bagi perusahaan-perusahaan besar untuk melakukan evaluasi terhadap visi dan misi perusahaan setiap tahun [annually]. Evaluasi terhadap visi dan misi perlu dilakukan secara periodik karena seiring perjalanan waktu, perusahaan bisa saja mendapati dirinya berada di dalam bisnis ‘yang keliru’ karena pendiri perusahaan mendirikan usaha hanya didasari oleh adanya tren bisnis musiman yang memiliki daur hidup sangat pendek atau keberadaan perusahaan sudah tidak relevan lagi di dalam bisnis yang digeluti saat ini, misalnya karena telah terjadi perubahan pilihan konsumen, yakni konsumen beralih dari produk perusahaan ke produk pesaing yang lebih mampu memuaskan kebutuhan konsumen. c.Tujuan Spesifik [Objective] Perusahaan didirikan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan secara generik dapat didefinisikan sebagai hasil-hasil akhir [end results] yang ingin dicapai oleh perusahaan. Misi merupakan hasil akhir yang ingin dicapai perusahaan dan memiliki horizon waktu yang sangat panjang untuk mencapainya. Selain itu, misi perusahaan dinyatakan secara kualitatif [lebih menunjukkan the nature of things daripada the measure of things]. Berbeda dengan misi, objective [tujuan spesifik] merupakan hasil akhir yang ingin dicapai perusahaan dalam jangka waktu tertentu dan dinyatakan secara kuantitatif [lebih menunjukkan the measure of things]. Objective yang baik memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut [Dess, Lumpkin, dan Taylor, 2000:30]: 1. Measurable. Objective harus dapat diukur. Untuk dapat mengukur ketercapaian objective, sekurang-kurangnya terdapat satu indikator [tolok ukur] yang dapat dijadikan rujukan untuk melihat kemajuan pencapaian tujuan. Sebagai contoh, tujuan perusahaan “meningkatkan penerimaan penjualan tahun ini 10% lebih tinggi dibanding penerimaan penjualan tahun lalu” merupakan tujuan yang terukur. 2. Specific. Objective secara spesifik harus menjelaskan apa yang ingin dicapai oleh perusahan. Apakah perusahaan ingin memperoleh peningkatan penjualan, peningkatan bagian pasar, atau objective lainnya. 3. Appropriate. Objective yang ingin dicapai perusahan harus sesuai dengan visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan, artinya objective yang ingin dicapai masih berada dalam lingkup misi perusahaan. 4. Realistic. Objective yang dibuat perusahan harus dapat dicapai [achievable] dengan menggunakan sumber daya organisasi yang dimiliki perusahaan. Singkatnya, objective yang dibuat perusahan harus menantang [challenging] tapi bisa dilaksanakan. 5. Timely. Perusahaan harus menetapkan secara spesifik berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mencapai objective yang telah ditetapkan. Bila jangka waktu untuk pencapaian objective tidak ditetapkan secara spesifik, perusahaan tidak akan memiliki kerangka waktu yang jelas bagi pencapaian objective tersebut sehingga pencapaiannya menjadi tidak jelas. Contoh financial objective dari P&G : increase sales growth 6 percent to 8 percent and accelerate core net earnings growth to 13 percent to 15 percent per share in each of the next five years. d.Strategi [Strategy] Pada awalnya konsep strategi [strategy] didefinisikan sebagai berbagai cara untuk mencapai tujuan [ways to achieve ends]. Sejalan dengan perkembangan konsep manajemen strategik [strategic management], strategi tidak didefinisikan hanya semata-mata sebagai cara untuk mencapai tujuan karena strategi dalam konsep manajemen strategik mencakup juga penetapan berbagai tujuan itu sendiri [melalui berbagai keputusan strategik [strategic decision] yang dibuat oleh manajemen perusahaan], yang diharapkan akan menjamin terpeliharanya keunggulan bersaing perusahaan. Berikut ini diberikan beberapa definisi dari konsep strategi yang dikemukakan oleh Chandler dan Andrews [Besanko, et.al., 2007], di mana strategi dalam pengertian ini mencakup juga penetapan berbagai tujuan serta arah pengusahaan perusahaan dalam jangka panjang: 1. Menurut Alfred Chandler, strategi adalah “the determination of long-term goals of an enterprise and the adoption of courses of action and the allocation of resources necessary for carrying out these goals.” 2. Menurut Kenneth Andrews, strategi adalah “the pattern of objectives, purposes or goals, and the majorpolicies and plans for achieving these goals stated in such a way as to define what business the company is in or should be in and the kind of company it is or should be.” e.Kebijakan [Policy] Kebijakan [policy] secara sederhana dapat didefinisikan sebagai guide to action. Kebijakan merupakan suatu panduan umum yang akan mengarahkan pembuatan keputusan yang akan diambil oleh para pembuat keputusan di dalam perusahaan. Kebijakan menjadi pedoman yang akan menghubungkan formulasi strategi dengan implementasi yang akan dilakukan perusahaan. Wheelen dan Hunger [2004:14] memberikan beberapa contoh kebijakan [policy] di beberapa perusahaan besar AS sebagai berikut: - Kebijakan di Maytag Corporation. Maytag tidak akan menyetujui setiap proposal pengurangan biaya, bila pengurangan biaya [cost reduction] tersebut berakibat kepada penurunan kualitas produk Maytag [kebijakan ini dibuat untuk mendukung strategi Maytag untuk bersaing dari sisi kualitas dan bukan bersaing dari sisi harga]. - Kebijakan di Intel. Pengambilalihan produk yang dimiliki Intel dengan produk Intel lainnya yang lebih baik, sebelum pesaing mampu menyisihkan produk Intel [kebijakan ini mendukung strategi Intel untuk menjadi pemimpin pasar dalam prosesor komputer]. - Kebijakan GE. GE harus menjadi produk nomor 1 atau nomor 2 di mana pun produk GE bersaing [kebijakan ini mendukung strategi GE untuk menjadi nomor satu dalam kapitalisasi pasar]. Kebijakan juga dibuat oleh perusahaan untuk menjadi panduan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk hal-hal yang sering terjadi. Tujuan dibuatnya kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi adanya discretion [pertimbangan pribadi] di mana diskresi berpotensi menjadikan keputusan yang dibuat tidak konsisten [berbeda-beda]. Misalnya untuk mencegah terjadinya pengambilan keputusan yang berbeda-beda menyangkut masalah ketenagakerjaan, perusahaan membuat personnel policy yang di dalamnya berisi berbagai kebijakan perusahaan yang mengatur hak dan kewajiban karyawan seperti pengaturan jam kerja, penetapan gaji, tunjangan, cuti, maupun biaya perawatan. f.Prosedur [Procedures] dan Aturan [Rules] Prosedur [procedures] merupakan metode atau cara yang baku untuk melaksanakan pekerjaan tertentu [Allen, 1990:147]. Prosedur diperlukan agar pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan menurut metode tertentu sehingga diperoleh hasil yang seragam. Sebagai contoh, apabila setiap akuntan pada berbagai unit usaha di dalam sebuah perusahaan korporasi memiliki cara sendiri-sendiri di dalam menyusun laporan keuangan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk mendapatkan sebuah neraca konsolidasi. Selain itu, apabila setiap supervisor produksi menetapkan metode yang berbeda dalam melaksanakan pengendalian kualitas, maka akan diperoleh pengertian mutu yang tidak seragam. Akibatnya, akan sulit bagi perusahaan untuk menetapkan statistical quality control, baik untuk menetapkan upper limit level, central line limit, maupun lower level lmit dari suatu produk karena setiap supervisor akan memiliki pengertian yang berbeda dalam mengklasifikasikan sebuah produk hasil produksi. Aturan [rules] merupakan keputusan tetap untuk diterapkan pada masalah-masalah yang selalu berulang dan penting bagi suatu komponen perusahaan [Allen, 1990:153]. Misalnya peraturan perusahaan mengenai keselamatan kerja diberlakukan di area pabrik yang sedang dibangun oleh perusahaan, tetapi peraturan ini tidak berlaku di kantor pusat [head quarter/head office] dari perusahaan yang sama bilamana di kantor pusat tersebut tidak terdapat fasilitas produksi maupun pabrik yang sedang dibangun. Selain itu rules merupakan keputusan tetap yang diterapkan tanpa memperhatikan urutan waktu. g.Program Program merupakan serangkaian kegiatan yang memiliki durasi waktu tertentu serta dibuat untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan. Sebagai sebuah aktivitas yang memiliki durasi waktu, program memiliki waktu mulai dan waktu selesai. Sebagai contoh program periklanan [advertising program] yang dilakukan oleh perusahaan diawali dengan perumusan pesan iklan yang ingin disampaikan oleh perusahaan kepada konsumen dan diakhiri dengan evaluasi pasca penempatan iklan di media [penayangan iklan di TV maupun penyiaran iklan di radio]. Perumusan pesan iklan merupakan aktivitas awal program periklanan perusahaan di mana untuk merumuskan pesan iklan, perusahaan dapat dibantu oleh perusahaan advertising [advertising agency]. Iklan yang dibuat harus dapat menunjang pencapaian tujuan perusahaan. h.Anggaran [Budget] Anggaran merupakan penerjemahan program ke dalam satuan numerik. Anggaran tidak akan dapat disusun dengan baik bila perusahaan tidak memiliki program yang jelas. Hal tersebut disebabkan karena setiap rupiah yang akan dikeluarkan dalam anggaran mengacu kepada program yang akan dikerjakan oleh perusahaan. Secara garis besar, budget yang disusun oleh perusahaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu master budget dan capital budget [Smith et.al., 1993:1116-1120]. Master budget menunjukkan keseluruhan perencanaan perusahaan dalam satuan numerik untuk suatu periode tertentu dan biasanya bersifat jangka pendek. Master budget selanjutnya dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Operating budget, berisi berbagai hasil yang diharapkan dari operasi perusahaan selama periode anggaran dalam bentuk estimasi revenues, expenses, dan income. Operating budget terdiri dari: a. Sales forecast b. Schedule of cash collections c. Schedule of purchases and payments d. Schedule of selling and administrative expenses e. Budgeted income statement f. Budgeted retained earnings statement 2. Financial budgets berisi proyeksi jumlah, sumber, dan penggunaan kas serta berbagai sumber daya lain yang digunakan dalam operasi perusahaan termasuk saldo akhir dari kas dan berbagai sumber daya lainnya. Financial budget terdiri dari : a. Budgeted statement of cash receipts and disbursements b. Budgeted balance sheet 3. Capital budget merupakan budget yang disiapkan perusahaan apabila perusahaan membutuhkan investasi yang besar di mana investasi tersebut memiliki jangka waktu pengembalian investasi yang panjang. 3.6.Karakteristik dari Excellent Companies Menurut Harold Koontz [Management: a Global Perspective], “eight characteristics of excellent enterprises, specifically, these firms : were oriented toward action, learned about the needs of their customers, promoted managerial autonomy and entrepreneurship, achieved productivity by paying close attention to the needs of their people, were driven by a company philosophy often based on the values of their leaders, focused on the business they knew best, had a simple organization structure with a lean staff, were centrallized as well as decentralized, depending on appropriateness”. Peters and Waterman mengidentifikasi characteristics of excellence bahwa : “[1] A bias for action can also mean an argument against long-range, strategic planning. [2] Staying close to the customer could also mean producing anything the customer wants, even at great cost and without regard to whether or not it fits into the product line. [3] Promoting autnomy and entrepreneurship can also mean pursuing new ideas without considering their suitability for a long-term strategy. [4] Hands-on, value-driven managing can also result in top managers becoming so involved in the details of the operation that they lose sight of the overall objectives of the firm. [5] Stickng to the knitting could be used as an excuse for not searching for meaningful acquisition or mergers. [6] Using a simple form and a lean staff could also be an argument against meaningful staff work such as that done by strategic planners. Doing and thinking [by staff] are important”. Gambar 3.4.Proses Comparative Management 3.7.Produktivitas, Efektivitas, dan Efisiensi Menurut Harold Koontz [Management: a Global Perspective], “Definition of productivity is that successful companies create a surplus through productive operations. Although there is not complete agreement on the true meaning of productivity, the authors define it as the output-input ratio within a time period with due consideration for quality. Productivity implies effectiveness and efficiency in individual and organizational performance. Effectiveness is the achievement of objectives. Whereas efficiency is the achievement of the ends with the least amount of resources. Managers can not know whether they are productive unless they first know their goals and those of the organization”. 3.8.Jenis-Jenis Rencana Berdasarkan jangka waktunya, rencana perusahaan dapat dibagi ke dalam rencana jangka panjang [long term plan] dan rencana jangka pendek [short term plan]. Yang dimaksud dengan long term plan adalah rencana yang memiliki jangka waktu lima tahun lebih. Bahkan bila perusahaan berada di dalam industri yang perubahannya sangat cepat seperti industri teknologi informasi dan komunikasi, maka perencanaan dengan jangka waktu tiga tahun lebih sudah dapat dikategorikan sebagai rencana jangka panjang. Di lain pihak, yang dimaksud dengan short term plan adalah rencana yang memiliki jangka waktu satu sampai tiga tahun. Pada umumnya tujuan dan strategi tingkat korporasi dan divisi usaha memiliki jangka waktu tiga tahun atau lebih [termasuk rencana jangka panjang]. Sedangkan tujuan dan strategi masing-masing fungsi organisasi [marketing, keuangan, produksi, sdm] memiliki horizon waktu rencana jangka pendek sampai menengah. Pembagian jenis rencana dapat pula dilakukan dengan melihat hubungan antara jenis rencana yang dibuat dan jenis keputusan yang dibuat. Pada saat perusahaan berhubungan dengan berbagai aktivitas/masalah yang membutuhkan keputusan rutin [programmed decision], perusahaan dapat membuat rencana yang bisa diterapkan untuk mengatasi berbagai aktivitas/masalah rutin tersebut. Rencana seperti ini disebut sebagai standing plan [rencana berkelanjutan]. Sebagai contoh, aturan, kebijakan, dan standard operating procedure merupakan beberapa contoh standing plan. Sebaliknya, perusahaan dapat pula mengembangkan rencana yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang tidak terprogram [unprogrammed decision]. Rencana ini disebut sebagai single-use plan. Yang termasuk ke dalam kategori single use plan antara lain adalah program dan proyek [Jones dan George, 2007:268]. 3.9.Contoh Objective dari Suatu Business Tabel berikut ini menjelaskan tentang contoh-contoh dari objectives dari suatu bisnis. Tabel 3.2.Examples of Overall Objective, or Aims, of a Business A business might include the following among its overall objectives: - Obtaining a certain rate of profit and return on investment - Emphasizing research to develop a continuing flow of proprietary products - Developing public stock ownership - Distributing products in foreign markets - Ensuring competitive prices for superior products - Achieving a dominanant position in an industry - Adhering to the values of the society in which it operates The overall objectives of a university might be the following: - Attracting highly qualified students - Offering basic training in the sciences as well as in certain proffesional fields - Granting the Bachelor degree and Ph.D degree to qualified candidates - Attracting highly regarded professors - Discovering and organizing new knowledge through research - Operating as a private university supported principally through tuition and gifts of alumni and friends. 3.10.Contoh Non-verifiable and Verifiable Objectives of the Firms Tabel berikut ini menjelaskan tentang contoh-contoh dari non-verifiable and verifiable objectives of the firms. Tabel 3.3.Examples of Non-verifiable and verifiable Objectives of the Firms No. Non-verifiable objectives No. Verifiable objectives 1 To make a reasonable profit 1 To achieve return on investment of 12% at the end of the current fiscal year 2 To improve communication 2 To issue a two-page montly newsletter 3 To improve productivity of the production department 3 To increase production output by 5%, without additional costs and while maintaining the current quality level. 4 To develop better managers 4 To design and conduct in-house program on the “fundamental of management” 5 To install a computer system 5 To install a computerized control system in the production department Pertemuan 4. Pengorganisasian Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa akan dapat memahami tentang konsep pengorganisasian. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat mengidentifikasi empat karakteristik organisasi yaitu coordination of effort, common purpose, division of labor, hierarchy of authority ; serta memahami tentang proses pengorganisasian, jenis-jenis perubahan utama dalam perusahaan, jenis desain struktur oganisasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur oganisasi. 4.1.Pengertian Organisasi Organisasi adalah persekutuan/perkumpulan orang-orang yang masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian kerja di mana pekerjaan dipilah-pilah menjadi tugas dan dibagikan kepada para pelaksana tugas/pemegang jabatan untuk mendapatkan satu kesatuan hasil. Menurut Edgar Schein [Kreitner 2007], seluruh organisasi memiliki 4 karakteristik yang sama, yakni: 1. Coordination of effort. Ini adalah koordinasi upaya dari sumber daya manusia yang terlibat dalam organisasi. 2. Common purpose. Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai melalui keberadaan organisasi. 3. Division of labor. Dengan membagi tugas yang kompleks secara sistematis menjadi tugas-tugas yang terspesialisasi, organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang mereka miliki secara efisien. 4. Hierarchy of authority. Sesuai dengan traditional organization theory, bila organisasi sebagai bentuk upaya kolektif ingin mencapai suatu tujuan, harus ada pihak-pihak di dalam organisasi yang diberi wewenang [authority]. 4.2.Proses Pengorganisasian Pengorganisasian sebagai suatu proses terdiri dari 5 komponen, yaitu : 1. Membagi seluruh beban kerja [workload] menjadi tugas-tugas yang secara logis dapat dikerjakan oleh individu-individu maupun kelompok dalam suatu organisasi perusahaan. 2. Mengelompokkan tugas-tugas dan juga sumber daya manusia yang memiliki kesamaan rumpun tugas ke dalam suatu kelompok yang disebut proses departmentalization. Stoner et.al, [1995:330-333] membaginya ke dalam 3 alternatif struktur organisasi yaitu : a. Pembagian struktur organisasi berdasarkan departementalisasi menurut fungsi. b. Pembagian struktur organisasi berdasarkan departementalisasi menurut produk/pasar. c. Pengembangan struktur organisasi dalam bentuk matriks [gabungan antara departementalisasi menurut fungsi dengan departementalisasi menurut produk/pasar]. 3. Mengembangkan hierarki organisasi yang akan mengatur pertanggungjawaban masing-masing jenjang manajemen yang terlibat di dalam organisasi. 4. Setelah struktur organisasi terbentuk, kemudian dilakukan pengisian jabatan-jabatan yang ada dengan SDM yang sesuai dengan job specification yang diperlukan oleh suatu jabatan. 5. Kegiatan pengkoordinasian mencakup berbagai aktivitas untuk memadukan berbagai tugas yang berada pada masing-masing departemen agar keseluruhan kegiatan yang dilakukan terintegrasi dan mengarah kepada pencapaian tujuan perusahaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur organisasi adalah lingkungan organisasi, strategi, teknologi, dan sumber daya manusia. 4.3.Merancang Struktur Organisasi Para manajer mencari desain struktur organisasi yang baru yang bisa mendukung dan memfasilitasi penyelesaian tugas perusahaan oleh karyawan, yaitu desain yang bisa menghasilkan efisiensi namun juga fleksibel. Pengorganisasian adalah penyusunan dan strukturisasi pekerjaan untuk mencapai sasaran organisasi. Ini adalah proses yang penting di mana para manajer merancang suatu struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan susunan tugas-tugas formal di dalam suatu organisasi. Saat manajer menciptakan atau mengubah struktur, mereka terlibat dalam desain [perancangan] organisasi, proses yang melibatkan keputusan-keputusan yang mencakup enam elemen yaitu spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, dan formalisasi. Spesialisasi kerja adalah membagi aktivitas pekerjaan ke dalam tugas-tugas terpisah. Departementalisasi adalah dasar di mana beragam tugas kerja dikelompokkan bersama. Rantai komando adalah hierarki wewenang dari tingkat organisasi yang tinggi hingga ke yang rendah yang menegaskan siapa melapor kepada siapa. Rentang kendali adalah jumlah pekerjaa yang bisa dikelola seorang manajer secara efektif dan efisien. Sentralisasi adalah kadar di mana pengambilan keputusan terkonsentrasi pada tingkat level organisasi yang lebih tinggi. Desentralisasi adalah kadar di mana pekerja level bawah bisa memberikan input atau bahkan membuat keputusan. Sedangkan formalisasi merupakan sestandar apakah pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan dan taraf di mana perilaku pekerja dipandu oleh beragam aturan dan prosedur. Gambar 4.1.Departementalisasi Berdasarkan Produk 4.4.Proses Pengorganisasian Gambar berikut ini merupakan proses pengorganisasian pada perusahaan. Gambar 4.2.Proses Pengorganisasian 4.5.Jenis-Jenis Perubahan Utama dalam Perusahaan Menurut Robbins and Coulter [2009], manajer bisa melakukan tiga jenis perubahan utama dalam perusahaan, yaitu : 1. Perubahan Struktur Perubahan kondisi atau strategi seringkali menyebabkan perubahan dalam struktur organisasi. Suatu struktur organisasi dibatasi oleh spesialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi, serta formalisasi, dan manajer bisa mengubah satu atau lebih dari komponen struktural ini. 2. Perubahan Teknologi Manajer bisa mengubah teknologi yang digunakan dalam mengubah input menjadi output. Perubahan teknologi biasanya melibatkan pengenalan peralatan, perangkat, atau metode baru; otomatisasi; atau komputerisasi. 3. Perubahan Personel. Perubahan personel melibatkan perubahan sikap, ekspektasi, persepsi, dan perilaku, tetapi hal ini tidaklah mudah. Organizational development adalah menggambarkan perubahan metode yang berfokus pada manusia dan sifat serta kualitas hubungan kerja antarpribadi. 4.6.Jenis Desain Struktur Oganisasi Dalam kaitannya dengan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, Burns and Stalker [Kreitner, 2007] menjelaskan adanya dua jenis desain struktur oganisasi. Pertama, mechanistic organization, yaitu struktur organisasi yang memiliki birokrasi tinggi dan bersifat kaku bila ditinjau dari sentralisasi pengambilan keputusan yang bersifat terpusat. Organisasi ini bersifat tepat bila lingkungan organisasi bersifat stabil. Kedua, organic organization, yaitu struktur oganisasi yang bersifat fleksible dan disesuaikan dengan perkembangan lingkungan perusahaan yang terjadi. Fleksibilitas organisasi jenis ini antara lain ditentukan oleh adanya desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada jenjang manajerial yang lebih rendah dalam pengambilan keputusan. 4.7.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Oganisasi Menurut Jones and George [2007] terdapat empat faktor yang mempengaruhi pemilihan struktur organisasi oleh sebuah perusahaan, yaitu organizational environment, strategy, technology, dan human resources. Gambar 4.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Oganisasi Pertemuan 5. Kepemimpinan Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang teori kepemimpinan. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat memahami tentang teori-teori awal kepemimpinan yang terdiri dari teori Sifat [Trait Theories] dan teori Perilaku ; mengidentifikasi ciri dan kemampuan pemimpin efektif, bagaimana seorang pemimpin dapat memberikan pengaruhnya kepada karyawannya yaitu antara lain dengan cara modifikasi perilaku dan berkomunikasi ; serta memahami karakteristik sifat kepemimpinan. 5.1.Pengertian Kepemimpinan Pencapaian tujuan perusahaan seringkali tidak dapat dilakukan dengan mudah. Berbagai kendala menghadang perusahaan dalam upayanya untuk mencapai tujuan. Gejolak perekonomian, aktivitas pesaing yang semakin agresif dan berbagai kesulitan lainnya seringkali membuat tujuan yang hendak dicapai perusahaan menjadi tidak mudah. Permasalahan yang sama terjadi pada saat perusahaan yang ingin melakukan perubahan agar lebih sesuai dengan perkembangan lingkungan. SDM perusahaan yang sudah terbiasa dengan cara lama akan memiliki keengganan untuk berubah. Hal ini antara lain terjadi karena tujuan baru yang ingin dikejar perusahaan masih terlalu samar, sehingga mereka khawatir perubahan tersebut hanya akan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan bagi kepentingan karyawan. Pada berbagai situasi seperti itulah perusahaan membutuhkan pemimpin [leader] yang akan menjalankan fungsi kepemimpinan. Kepemimpinan [leadership] adalah suatu proses yang dilakukan manajer perusahaan untuk mengarahkan [directing] dan mempengaruhi [influencing] para bawahannya dalam kegiatan yang berhubungan dengan tugas [task-related activities], agar para bawahannya tersebut mau mengerahkan seluruh kemampuannya, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu tim, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Definisi leadership tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kepemimpinan memiliki sifat mengarahkan [directing] yaitu mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Hal ini dilakukan para pemimpin dengan terlebih dahulu menetapkan tujuan yang jelas, yang berisi arahan terhadap usaha para bawahannya. Tanpa adanya tujuannya yang jelas, akan sangat sulit bagi pemimpin untuk mengarahkan para bawahannya dalam mencapai tujuan. Salah satu unsur kepemimpinan yang membedakan seorang pemimpin dengan bukan pemimpin adalah kemampuan untuk membayangkan bagaimana suatu organisasi akan dikembangkan di masa depan dengan memperhatikan berbagai perkembangan yang akan terjadi di lingkungan luar organisasi. Kemampuan visioner seorang pemimpinan ini akan memungkinkan organisasi mengambil keputusan-keputusan penting saat ini yang akan mempengaruhi organisasi di masa yang akan datang. 2. Kepemimpinan memiliki sifat mempengaruhi [influencing], yakni dalam hal ini pemimpin harus mampu mengubah perilaku bawahan, kolega, maupun atasan mereka, baik dengan perkataan, sikap, kepribadian, dan perbuatan agar pihak-pihak tersebut mau bekerja sama dalam proses pencapaian tujuan organisasi. 3. Pemimpin memiliki wewenang [authority] yaitu hak yang dimiliki pemimpin untuk memerintah orang lain [bawahannya] dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tugas/pekerjaan [task-related activities]. Wewenang ini berasal dari kekuasaan [power] yang dimiliki seorang pemimpin. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki pemimpin tidak sama/sebanding dengan kekuasaan yang dimiliki bawahannya/orang yang dipimpinnya. 5.2.Teori-Teori Awal Kepemimpinan Manusia telah tertarik dengan kepemimpinan sejak manusia berkelompok untuk mencapai tujuan. Namun, baru pada awal abad ke-20, para peneliti mulai mempelajari kepemimpinan. Menurut Robbins and Coulter [2009], teori-teori awal kepemimpinan berfokus pada pemimpin [teori sifat] dan bagaimana pemimpin berinteraksi dengan anggota kelompoknya [teori perilaku]. 1. Teori Sifat [Trait Theories] Pemimpin dengan teori sifat [trait theories] harus memiliki kemauan yang keras untuk selalu mendorong pencapaian tujuan dengan cara yang dapat menginspirasi orang lain sehingga memperoleh hasil yang luar biasa; visi yang jelas mengenai standar yang diharapkan. 2. Teori Perilaku Para peneliti berharap bahwa pendekatan teori perilaku dapat memberikan jawaban yang lebih pasti mengenai sifat dasar kepemimpinan daripada teori sifat. Teori perilaku adalah teori kepemimpinan yang mengidentifikasi perilaku yang membedakan antara pemimpin efektif dan tidak efektif. 5.3.Ciri dan Kemampuan Pemimpin Efektif Pada tabel berikut ini dijelaskan mengenai ciri dan kemampuan memimpin yang efektif Tabel 5.1.Ciri dan Kemampuan Pemimpin Efektif No. Traits Skills 1 Adaptable to situations Clever 2 Tolerant of stress Creative 3 Alert to social environment Conceptually skilled 4 Achievement oriented Knowledgable about group task 5 Willing to assume responsibility Diplomatic 6 Assertive Fluent in speaking 7 Ccoperative Administrative ability 8 Decisive Socially skilled 9 Dependable, Dominance, Energetic, Persistent, Self-confident Tactful 5.4.Bagaimana Seorang Pemimpin Dapat Memberikan Pengaruhnya Kepada Karyawannya Salah satu hal terpenting dari kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi pihak-pihak yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi. Pengaruh [influence] adalah berbagai upaya yang dilakukan seseorang untuk mengubah perilaku atasannya, teman sejawat, maupun para bawahannya [Kreitner, 2007: 438]. Untuk mengubah perilaku berbagai pihak tersebut, seorang pemimpin menggunakan berbagai upaya, antara lain: penggunaan kekuasaan [power], taktik mempengaruhi [influence tactics], mentoring, modifikasi perilaku [behavior modification], dan komunikasi. Kekuasaan [power]. Kekuasaan adalah kemampuan [ability] yang dimiliki seseorang untuk menguasai SDM, informasi, dan informasi, dan material agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan. Kekuasaan memiliki tiga dimensi, yakni kemampuan untuk mendominasi [power over], kemampuan untuk berbuat sesuatu [power to], dan kemampuan untuk menolak permintaan pihak lain [power from] [Kreitner, 2007]. Rumusan kekuasaan di atas menekankan bahwa kekuasaan merupakan suatu kemampuan. Hal ini berbeda dengan wewenang [authority] di mana wewenang merupakan hak [right] untuk mengarahkan bawahan karena secara resmi pemegang wewenang diangkat oleh otoritas yang lebih tinggi untuk memiliki hal tersebut. Terdapat 5 sumber kekuasaan [French and Raven [Cartwright dan Zander]]. 1. Legitimate power, yakni pemimpin memiliki kekuasaan karena dia diberi kewenangan oleh otoritas/pemegang kekusaan yang lebih tinggi. 2. Expert power. Dalam hal ini kekuasaan dimiliki seorang pemimpin karena keahliannya sehingga dia diakui otoritas keahliannya oleh orang lain. 3. Reward power, yakni kekuasaan dimiliki seorang pemimpin karena pemimpin tersebut dapat memberikan imbalan atas kinerja yang ditunjukkan seseorang. 4. Coercive power, yaitu kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin karena dia memiliki kemampuan untuk memaksa orang agar patuh terhadap perintahnya. 5. Referent power, yaitu kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin karena wibawa yang dia miliki. Sedangkan kewibawaan seorang pemimpin diperoleh dari keselarasan antara perkataan [kemampuan retorika] dan perbuatan seorang pemimpin. Mentoring. Salah satu faktor yang menyebabkan mengapa seorang pemimpin lebih baik dibanding pemimpin yang lain adalah kesediaan pemimpin tersebut untuk menjadi mentor. Mentor adalah seorang individu yang secara sistematis mengembangkan kemampuan orang lain melalui pelatihan dan pembimbingan yang intensif. Dalam kaitannya dengan hubungan manajer senior dan manajer junior dalam proses mentoring, manajer senior sebagai mentor dapat menjalankan 2 fungsi yang penting, yaitu: 1. Fungsi untuk meningkatkan karier manajer junior [career enhancement function]. 2. Fungsi untuk memberikan dukungan secara psikologis dan sosial [psychological and social support function]. Modifikasi perilaku [behavior modification]. Menurut Skinner [Kreitner, 2007], perilaku seseorang dapat dikendalikan karena perilaku tersebut dipengarhi oleh lingkungan di mana seseorang berada. Skinner termasuk penganut aliran behaviorism yang dipelopori oleh Thorndike dan Watson, di mana aliran ini berpendapat bahwa perilaku yang dapat diamati lebih penting dibanding keadaan kejiwaan seseorang yang bersifat hipotesis [hypothetical inner state] seperti kebutuhan, motif, dan ekspektasi. Modifikasi perilaku merupakan penerapan teknik operant-conditioning yang diperkenalkan oleh Skinner dalam memecahkan berbagai masalah perilaku. Modifikasi perilaku mencakup di dalamnya pengelolaan sistematis terhadap berbagai faktor yang ada di lingkungan sehingga seseorang yang berada di dalamnya lebih sering melakukan pekerjaan yang benar dibanding yang salah. Seseorang yang menunjukkan kinerja tertentu maka kepadanya dapat diberikan alternatif konsekuensi yang terdiri dari 4 kategori yaitu: 1. Peneguhan positif [positive reinforcement], merupakan suatu peneguhan yang mendorong seseorang tetap melakukan perilaku tertentu dengan segera memberikan konsekuensi dari perilaku yang telah ditunjukkan melalui cara yang menyenangkan orang tersebut. Contohnya pemberian bonus kepada staff yang berprestasi. 2. Peneguhan negatif [negative reinforcement], merupakan suatu peneguhan yang mendorong seseorang melakukan perilaku tertentu dengan menghentikan sesegera mungkin konsekuensi perilaku yang tidak menyenangkan. Contohnya seorang karyawan akan belajar untuk melakukan suatu pekerjaan dengan benar dengan tujuan untuk menghindari teguran yang terus menerus dari atasannya saat dia melakukan kesalahan. 3. Extinction tactics, merupakan suatu tindakan untuk tidak memberi pujian atau perhatian terhadap seseorang dengan tujuan agar orang tersebut dapat mengubah perilakunya atas kinerjanya yang kurang bagus. 4. Punishment, merupakan suatu tindakan untuk memberikan suatu perlakuan yang tidak menyenangkan kepada seseorang setelah ia melakukan perilaku yang tidak diinginkan. Communication. Berdasarkan tujuannya, komunikasi dapat dibagi ke dalam 3 kategori yakni komunikasi informatif, komunikasi rekreatif, dan komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif adalah jenis komunikasi yang paling banyak digunakan oleh seorang pemimpin dengan tujuan untuk membujuk seseorang dengan tujuan agar seseorang melakukan sesuatu atau pun tidak sesuai dengan keinginan komunikator. 5.5.Karakteristik Sifat Kepemimpinan Pada tabel berikut ini dijelaskan mengenai beberapa karakteristik sifat kepemimpinan. Tabel 5.2.Karakteristik Sifat Kepemimpinan Sifat kepemimpinan Demokratik Laissez-faire Otoriter 1 Pemimpin mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tetap mempertahankan tanggung jawab utama. Pemimpin mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang kepada kelompok. Pemimpin menahan seluruh tanggung jawab dan wewenang. 2 Pekerjaan dibagi berdasarkan partisipasi seseorang dalam pengambilan keputusan. Para anggota kelompok diminta untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan kehendak dan kemampuan mereka. Pemimpin menugaskan seseorang melaksanakan tugas tertentu. 3 Komunikasi berjalan dua arah secara efektif. Komunikasi lebih banyak mengalir secara horizontal di antara rekan kerja. Komunikasi lebih banyak mengalir dari atas ke bawah. Kekuatan utama Meningkatkan komitmen personal melalui partisipasi. Memungkinkan timbulnya inisiatif bawahan untuk melakukan suatu pekerjaan yang dianggap sesuai. Memberikan tekanan untuk menghasilkan kinerja yang teratur dan bisa diprediksi. Kelemahan utama Membutuhkan lebih banyak waktu dalam prosesnya. Tanpa adanya arahan jelas dari pimpinan. Tidak memacu inisiatif pribadi. Pertemuan 6. Pengelolaan Sumber Daya Organisasi Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang bagaimana mengelola sumber daya organisasi. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat merumuskan tujuan pengelolaan sumber daya organisasi yang terdiri dari market standing, innovation, physical and financial resources, profitability, manager performance and development, worker performance and attitude, public responsibility, serta memahami tentang competitive advantage, proses manajemen sumber daya manusia, bagaimana mengukur kinerja, dan beberapa sumber informasi untuk mengukur kinerja. 6.1.Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Organisasi Peter Drucker menyebutkan adanya sejumlah tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan melalui pengelolaan sumber daya yang mereka miliki. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut yaitu market standing, innovation, physical and financial resources, profitability, manager performance and development, worker performance and attitude, public responsibility. a. Market Standing Manajer akan berupaya mengelola sumber daya organisasi perusahaan sedemikian rupa sehingga produk yang mereka hasilkan dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan maka perusahaan akan memperoleh pendapatan penjualan [sales revenue] dan laba [profit]. Apabila produk perusahaan dapat memenuhi ekspektasi pelanggan maka produk perusahaan akan memiliki pangsa pasar yang besar sehingga akan menjamin aliran pendapatan penjualan dan laba dalam jangka panjang. b. Innovation Inovasi merupakan kemampuan yang dimiliki sumber daya manusia perusahaan untuk menjadikan ide usaha yang mereka miliki menjadi sebuah kenyataan. Menurut Drucker terdapat dua jenis inovasi pada setiap bisnis. Pertama, inovasi produk atau jasa. Kedua, inovasi berbagai keahlian [skills] dan aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan inovasi jenis pertama tersebut. Lebih lanjut, inovasi berkaitan dengan penciptaan nilai [value creation] yang akan memberi konsumen kepuasan lebih besar untuk setiap uang dibelanjakan. Dalam hal ini harus diingat bahwa konsumen sebagai pembeli bersedia menukar uang yang mereka miliki dengan barang dan jasa karena memiliki value. Oleh karena itu, tujuan bisnis yang ingin dicapai melalui inovasi adalah menciptakan nilai pada suatu produk. c. Physical and Financial Resources Salah satu sumber keunggulan bersaing perusahaan adalah kepemimpinan biaya. Perusahaan dapat mencapai kepemimpinan biaya antara lain dengan memperoleh biaya yang rendah untuk masing-masing sumber daya organisasinya. Dengan demikian, apabila perusahaan dapat memperoleh sumber daya fisik [physical resources seperti bahan baku] yang lebih murah dibanding pesaing, maka perusahaan memiliki peluang lebih besar dibanding pesaing untuk memperoleh struktur biaya yang lebih rendah. Demikian halnya apabila perusahaan dapat memperoleh sumber daya keuangan yang memiliki biaya modal lebih rendah dibanding pesaing misalnya perusahaan dapat melakukan penawaran di bursa efek, maka perusahaan memiliki peluang untuk memperoleh struktur biaya yang lebih rendah dibanding pesaing. d. Profitability Perusahaan melakukan pengelolaan sumber daya organisasi dengan tujuan agar perusahaan memperoleh keuntungan [profit]. Bila perusahaan memiliki profitabilitas [profitability] yang memadai. Perusahaan memiliki peluang untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya. e. Manager Performance and Development Manajer merupakan orang yang secara operasional bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan organisasi. Untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik, manajer perlu memiliki berbagai kemampuan [skills] dan keahlian [expertise] yang berkaitan dengan profesinya. Oleh karenanya manajer yang ada di perusahaan harus senantiasa dikembangkan kemampuannya agar dapat menunjukkan kinerja yang baik. Kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan terus menerus keahlian manajer adalah melalui pelatihan [training] dan pengembangan [development]. Pelatihan lebih ditujukan untuk meningkatkan technical skills dari para manajer, sedangkan aktivitas pengembangan [development] lebih ditujukan untuk meningkatkan conceptual skills dari para manajer. f. Worker Performance and Attitude Selain manajer, SDM yang harus memperoleh perhatian besar dari perusahaan adalah para karyawan. Satu hal penting yang harus diketahui oleh perusahaan selain masalah kinerja karyawan, adalah sikap para karyawan terhadap pekerjaan dan juga perusahaan. Sikap karyawan terhadap perusahaan antara lain dipengaruhi oleh kondisi kerja dan kompensasi yang diterima oleh para karyawan. Oleh sebab itu untuk kepentingan jangka panjang, perusahaan harus membuat tujuan yang spesifik berkaitan dengan pemeliharaan dan pengembangan karyawan agar karyawan-karyawan tersebut dapat bekerja dengan baik. g. Public Responsibility Pengelolaan sumber daya organisasi dalam kerangka pelaksanaan usaha harus memiliki tanggung jawab sosial seperti memajukan kesejahteraan masyarakat, mencegah terjadinya polusi, menciptakan lapangan kerja, dan sebagainya. Saat ini, perusahaan yang melakukan kegiatan produksi barang dan jasa semakin didorong untuk mengadopsi suatu kebijakan environmental sustainability yaitu pengembangan strategi usaha yang dapat memelihara lingkungan hidup secara berkelanjutan di mana pada saat yang sama perusahaan dapat menghasilkan laba. Pengusaha hendaknya memperhatikan dampak pelaksanaan usaha terhadap lingkungan hidup agar operasi perusahaan tidak memperburuk kualitas lingkungan hidup. Seluruh perusahaan di dunia hendaknya memperhatikan isu pemanasan global [global warming] yang disebabkan oleh pengelolaan lingkungan hidup secara tidak bijaksana yang telah dilakukan oleh perusahaan di berbagai belahan dunia. Negara di mana di dunia, saat ini dihimbau oleh PBB untuk mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan [sustainable development] yang dirumuskan oleh the Brundtland Comission sebagai berikut: “sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”. Negara yang mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan berharap kepada perusahaan-perusahaan sebagai bagian dari sistem ekonomi suatu negara agar memperhatikan dampak operasi perusahaan saat ini terhadap keberlanjutan penyediaan berbagai sumber daya bagi generai yang akan datang. Artinya, generasi saat ini harus menjaga ketersediaan sumber daya bagi generasi yang akan datang. 6.2.Keunggulan Bersaing Perusahaan [Competitive Advantage] Manajer mengelola perusahaan yang di dalamnya terdiri dari berbagai sumber daya organisasi dengan tujuan mencapai hasil-hasil akhir yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Hasil-hasil akhir yang ingin dicapai perusahaan bermuara kepada tujuan paling utama, yakni agar perusahaan memperoleh keunggulan bersaing [competitive advantage]. Perusahaan dikatakan memiliki keunggulan bersaing dibanding perusahaan lainnya, bila perusahaan memiliki profitabilitas [profitability] yang lebih besar dibanding rata-rata profitabilitas pesaing dalam suatu industri. 6.3.Proses Manajemen Sumber Daya Manusia a.Rekrutmen Tenaga Kerja [Recruitment] Setelah perusahaan memperkirakan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, memperkirakan suplai tenaga kerja, dan melakukan analisis jabatan, maka proses manajemen SDM selanjutnya adalah rekrutmen tenaga kerja, yaitu “suatu proses untuk menemukan dan menarik calon tenagaa kerja yang memiliki kualiifikasi sesuai dengan lowongan pekerjaan yang ada” [Lewis, Goodman, dan Fandt, 2004, 319]. Rekrutment tenaga kerja dapat dilakukan melalui mekanisme promosi dari dalam perusahaan sendiri [internl recruitment] maupun rekrutment yang berasal dari luar perusahaan [eksternal recruitment]. b.Seleksi [selection] Tahap berikutnya dari manajemen SDM adalah seleksi. Yang dimaksud dengan seleksi adalah suatu proses mengevaluasi dan melakukan pemilihan kandidat tenaga kerja yang paling memenuhi syarat dari sekumpulan pelamar untuk suatu jabatan tertentu. Inti dari proses seleksi adalah sejauh mana pelaksana seleksi memahami karakteristik apa saja yang harus dipenuhi oleh calon pelamar agar dapat memiliki kinerja yang baik pada saat mereka sudah menempati suatu jabatan [Ivancevich, 2007, 216]. Di sinilah peran analis sangat terlihat, di mana hasil analisis yang baik akan dapat mengungkap dengan rinci berbagai pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan karakteristik lainnya [biasa disingkat knowledge, skills, abilities, and other charakcteristics]. c.Pengembangan Tenaga Kerja [Development] Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan konsekuasi terjadinya perubahan spesifikasi knowledge, skills, abilities, and other characteristics sehingga SDM perusahaan senantiasa harus ditingkatkan kemampuannya melalui pelatihan dan pengembangan. Pelatihan [training] merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengubah perilaku tertentu dari tenaga kerja agar selaras dengan pencapaian tujuan perusahaan. Pelatihan ditujukan untuk meningkatkan skill dan abilities untuk mengerjakan tugas saat ini. Pengembangan [development] lebih ditujukan untuk meningkatkan conceptual skills dan personal development yang dibutuhkan manajer untuk menempati jabatan yangg lebih tinggi di masa yang akan datang. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan di mana seorang individu memperoleh keahlian, pengetahuan, dan kemampuan, yang akan mendatangkan perubahan yang relatif permanen dalam perilakunya [Ivancevich, 2007, 399]. d.Pemeliharaan Tenaga Kerja [Maintenance] Tujuannya adalah agar tenaga kerja dapat terus menerus memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan, tenaga kerja tersebut harus diberikan kompensasi yang sepadan atas kinerja yang telah mereka tunjukkan. Kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dapat berbentuk financial compensation maupun non-financial compensation. Perusahaan harus pula mengembangkan working envronment yang dapat mendukung tenaga kerja melakasanakan pekerjaan dengan baik. 6.4. Mengukur Kinerja Gambar berikut ini menjelaskan tentang proses pengukuran kinerja pada perusaaan [the appraisal process]. Gambar 6.1.The Appraisal Process 6.5.Beberapa Sumber Informasi untuk Mengukur Kinerja Pada tabel berikut ini dijelaskan mengenai beberapa sumber informasi untuk mengukur kinerja pada perusahaan [Robbins and Coulter, 2009]. Tabel 6.1.Beberapa Sumber Informasi untuk Mengukur Kinerja Sumber Keunggulan Kekurangan Observasi pribadi - Memperoleh pengetahuan pertama kali - Informasi tidak tersaring - Ulasan yang intensif terhadap aktivitas kerja - Sasaran bias pribadi - Membutuhkan waktu - Terlalu mencolok Laporan statistik - Mudah dibayangkan - Efektif untuk menunjukkan hubungan - Memberikan informasi yang terbatas - Mengabaikan faktor-faktor subjektif Laporan lisan - Cara tercepat mendapat informasi - Memungkinkan feedback verbal dan nonverbal - Informasi tersaring - Informasi tidak dapat didokumentasikan Laporan tertulis - Komprehensif - Formal - Mudah untuk disimpan dan dilihat kembali - Membutuhkan waktu untuk menyiapkannya Pertemuan 7. Pengendalian Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang konsep pengendalian. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat memahami tentang proses pengendalian yang terdiri dari penetapan tujuan, pengukuran, membandingkan, dan tindakan manajerial ; memahami jenis-jenis pengendalian yang terdiri dari feedforward, concurrent, dan feedback ; serta mengenali kriteria pengendalian efektif. 7.1.Pengertian Pengendalian Untuk memastikan aktivitas yang dilakukan oleh seluruh bagian organisasi perusahaan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam proses perencanaan, maka manajer harus melakukan fungsi pengendalian. Pengendalian merupakan proses monitoring terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sumber daya organisasi untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan tindakan koreksi dapat dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi [Robbins and Coulter, 2003:496]. Pada saat menjalankan fungsi pengendalian, para manajer berusaha untuk mempengaruhi dan mengarahkan perilaku dan kinerja para bawahannya agar dapat mencapai tujuan organisasi. Tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan pengendalian adalah tersedianya berbagai perangkat bagi manajer untuk mengarahkan dan memotivasi para bawahannya agar mereka dapat bekerja mencapai tujuan organisasi serta menyediakan umpan balik [feedback] bagi para manjer mengenai seberapa bagus kinerja para bawahannya. Untuk melaksanakan pengendalian secara efektif dan efisien, perusahaan memerlukan sistem pengendalian. Menurut Lorange et.al., [1986], yang dimaksud dengan sistem pengendalian adalah seperangkat instrument yang terdiri dari penetapan tujuan secara formal, pemantauan kinerja, evaluasi kinerja, dan sistem pemberian umpan balik yang akan memberikan berbagai informasi kepada para manajer mengenai apakah strategi dan struktur organisasi yang saat ini ada dapat berjalan secara efektif dan efisien. Tanpa adanya sistem pengendalian yang baik maka kemungkinan terjadinya penyimpangan kinerja perusahaan dari tujuan yang telah ditetapkan akan semakin besar karena, karena manajemen tidak memperoleh informasi yang memadai atau terlambat memperoleh informasi untuk mengambil tindakan manajerial yang diperlukan. 7.2.Proses Pengendalian Gambar berikut menjelaskan mengenai proses pengendalian pada perusahaan. Gambar 7.1.Proses Pengendalian Sumber : diadaptasi dari Stephen p. Robbins dan Mary Coulter, Management, 7th edition, Prentice Hall, New Jersey, 2003. Menurut Robbins dan Coulters [2003], proses pengendalian terdiri dari 4 aktivitas, yaitu penetapan tujuan [goal setting], pengukuran [measuring], membandingkan kinerja aktual dengan standard kinerja [comparing actual performance against standard] dan tindakan manajerial [managerial action]. 1.Penetapan Tujuan [Goal Setting] Proses pengendalian diawali dengan adanya penetapan terlebih dahulu berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan, strategi untuk mencapai tujuan tersebut, sampai kepada penentuan anggaran [budget] yang menunjukkan rencana alokasi masing-masing sumber daya organisasi perusahaan dalam menunjang pencapaian tujuan. Baik tujuan, strategi, maupun anggaran semuanya dapat dijadikan standard untuk menjadi pembanding terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesungguhnya dilakukan. 2.Pengukuran [Measuring] Pengukuran [measuring] merupakan penetapan satuan numerik terhadap suatu objek yang diukur. Aktivitas pengukuran menyangkut 2 hal, pertama, pengukuran berkaitan dengan apa yang diukur [objek pengukuran]. Kedua, pengukuran berkaitan dengan bagaimana pengukuran dilakukan [metode pengukuran]. 3.Membandingkan [Comparing] Membandingkan [comparing] merupakan proses membandingkan kinerja aktual [actual performance] dengan standard kinerja dan berbagai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan maupun standard ditetapkan pada tahap perencanaan [planning]. Kegagalan perusahaan untuk menetapkan standard pada tahap perencanaan merupakan jalan untuk menuju kegagalan itu sendiri. Hal ini karena tanpa adanya standar, perusahaan akan sangat sulit melaksanakan proses evaluasi. Ketidakmampuan sumber daya organisasi khususnya sumber daya manusia perusahaan untuk unjuk kinerja sesuai standard, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya: a. Standar yang ditetapkan terlalu tinggi sehingga sangat sulit untuk dicapai. b. Kualitas sumber daya manusia perusahaan masih kurang baik sehingga dibutuhkan Research and Development maupun pengadaan karyawan baru. c. Perusahaan tidak memberikan kompensasi [gaji dan tunjangan] yang memadai sehingga karyawan tidak termotivasi bekerja dengan baik. 4.Tindakan Manajerial [Managerial Action] Langkah terakhir dari proses pengendalian adalah melakukan evaluasi terhadap kinerja yang dicapai organisasi secara keseluruhan maupun pencapaian kinerja individu. Pada tahap ini manajer akan melakukan tindakan koreksi dengan memperbaiki cara utilisasi sumber daya organisasi apabila kinerja aktual menyimpang jauh dibanding standar. Pada tahap ini manajer bisa membuat suatu kesimpulan mengenai mengapa tidak tercapainya tujuan perusahaan terhadap target yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, manajer memiliki tiga pilihan tindakan manajerial, yaitu: 1. Tindakan perbaikan [corrective action] – sebagai bagian dari tindakan manajerial, yang bertujuan agar penyimpangan yang terjadi tidak berlangsung terus menerus dan aktivitas sumber daya organisasi berjalan kembali sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 2. Revisi standar [revise standard]. Selain melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi, manajer dapat pula melakukan tindakan manajerial kedua yaitu merevisi standar [revise standard] apabila standar yang digunakan sebagai pembanding dianggap tidak akurat. 3. Tidak melakukan tindakan apa-apa [do nothing]. Apabila kinerja aktual telah sesuai dengan standar yang dibuat dan standar yang ditetapkan masih akurat, maka manajer dapat melakukan tindakan manajerial ketika yaitu membiarkan kegiatan berjalan sebagaimana adanya. 7.3.Jenis-jenis Pengendalian Jenis-jenis pengendalian terdiri dari feedforward, concurrent, dan feedback. Sedangkan objek pengendalian terdiri dari pengendalian output yang meliputi penetapan tujuan perusahaan dan penetapan budget operasi, pengendalian perilaku, dan pengendalian budaya perusahaan. Gambar 7.2.Jenis-jenis Pengendalian 7.4.Kriteria Pengendalian Efektif Kriteria pengendalian yang efektif adalah sebagai berikut : a. Sistem pengendalian harus berhubungan dengan strategi perusahaan. b. Sistem pengendalian harus memaksimalkan seluruh langkah di dalam proses pengendalian. c. Sistem pengendalian harus mengandung ukuran yang objektif dan subjektif. d. Sistem pengendalian harus memiliki kerangka waktu feedback yang jelas. e. Sistem pengendalian harus dapat diterima oleh seluruh pekerja. Pertemuan 8. UJIAN TENGAH SEMESTER Pertemuan 9. Lingkungan Perusahaan Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang lingkungan perusahaan. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat mengidentifikasi lingkungan eksternal perusahaan, lingkungan internal perusahaan, lingkungan umum perusahaan, tujuan analisis lingkungan perusahaan, alat analisis untuk memahami perkembangan lingkungan external dan internal perusahaan, serta memahami tentang rantai nilai perusahaan. 9.1.Pengertian Lingkungan Perusahaan Disiplin ilmu manajemen telah mengadopsi beberapa pendekatan dari disiplin ilmu lain seperti fisika. Melalui adopsi pendekatan sistem yang berasal dari ilmu fisika ke dalam teori manajemen, maka lahirlah pendekatan sistem. Pendekatan ini telah mengubah cara pandang terhadap organisasi dengan menganggap organisasi sebagai suatu sistem terbuka yang akan memperoleh pengaruh dari lingkungannya seperti halnya sistem terbuka lain. Adopsi pendekatan sistem ke dalam teori manajemen telah menghasilkan konsep baru yang kemudian dikenal dengann nama konsep lingkungan perusahaan [business environment]. Bila kita menengok sejarah perkembangan pemikiran teori manajemen, kita akan menemukan pendapat Chester Barnard yang secara eksplisit memandang organisasi sebagai sebuah sistem. Barnard telah mengemukakan pendekatan sistem sehingga pengaruh lingkungan perusahaan mulai diperhitungkan dalam perumusan strategi dan tujuan perusahaan. Kemudian pengelompokkan terhadap lingkungan perusahaan secara sistematis mulai dilakukan oleh Dill [Bourgeois, 1980] yang membagi lingkungan perusahaan ke dalam dua kateori yaitu lingkungan umum [general environment] dan lingkungan tugas [task environment]. Baik lingkungan umum maupun lingkungan tugas, keduanya termasuk lingkungan luar perusahaan [external environment]. Selain lingkungan eksternal, perusahaan juga memiliki lingkungan internl [internal environment] di mana sumber daya organisasi perusahaan berada. 9.2.Lingkungan Eksternal Perusahaan Menurut Duncan yang dimaksud dengan lingkungan eksternal perusahaan [external business environment] adalah berbagai faktor yang memiliki kekuatan [forces] dan dapat mempengaruhi perusahaan. Faktor-faktor tersebut berada di luar perusahaan tetapi harus diperhitungkan oleh perusahaan pada saat membuat keputusan. Perusahaan perlu memperhitungkan berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal perusahaan karena lingkungan eksternal perusahaan dapat memberikan threats yang akan menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Selain dapat memberikan threats, lingkungan eksternal perusahaan dapat pula memberikan sejumlah opportunities dan apabila perusahaan dapat memanfaatkan berbagai peluang tersebut maka perusahaan berpeluang untuk meningkatkan keunggulan bersaing. Selanjutnya lingkungan eksternal perusahaan dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni lingkungan umum [general environment] dan lingkungan tugas [task environment]. Menurut Harold Koontz [Management: a Global Perspective], external environment perusahaan mencakup “ [1] The external environment : economic. Economic environment is not only concern to business whose socially approved mission, that the production and distribution of goods and services that people want and can pay for. But, it is also of the greatest importance to other types of organized enterprises. The economics environment are including capital, labor, price levels, government fiscal and tax policies, and customers. [2] The external environment : technological. One of the most pervassive factors in the environment is technology. It is science that provide knowledge, and it is technology that uses it. The term technology refers to the sum total of the knowledge we have of ways to do things. It includes inventions, techniques, and the vast store of organized knowledge about everything from aerodynamics to technology. But its main influence is on ways of doing things, on how we desisn, proceduce, distribute, and sell goods as well as services. [3] The external environment : social. The social environment is made up of the attitudes, desires, expectations, degrees of intelligence and education, beliefs, and customs of people in a given group or society. [4] The external environment : political and legal. Political environment refers to attitudes and actions of political and government leaders and legislators, do change with the flow of social demands and beliefs. Legal environment refers to a web of laws, regulations, and court decision, not only on the national level but also on the state and local levels. Some are designed to protect workers, consumers, and communities. Managers are expected to know the legal restrictions and requirements applicable to the their actions “. 9.3.Lingkungan Internal Perusahaan Selain dipengaruhi oleh lingkungan eksternal, perusahaan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan internalnya. Berbagai faktor yang terdapat dalam lingkungan internal perusahaan mencakup resorces dan capabilities. Baik resorces maupun capabilities yang dimiliki perusahaan saat ini akan membatasi misi, tujuan, maupun strategi yang akan dibuat oleh perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan Unilever sebagai pemimpin pasar consumer produk di Indonesia memiliki berbagai sumber daya dan kapabilitas yang memungkinkan perusahaan memperoleh keunggulan bersaing di bidang consumer product. Tetapi pada saat yang sama perusahaan ini tidak memiliki sumber daya maupun kapabilitas di bidang usaha teknologi informasi karena bidang usaha teknologi informasi tidak tercakup dalam misi dan tujuan perusahaan. Resources [sumber daya] [Barney dan Hesterly, 2008] merupakan sekumpulan aset, baik dalam bentuk aset berwujud maupun dalam bentuk aset tidak berwujud yang berada di dalam kendali perusahaan serta akan membantu perusahaan dalam melakukan implementasi strategi untuk memperoleh keunggulan bersaing. Sedangkan yang dimaksud dengan capabilities adalah kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mengkoordinasikan sumber daya yang dimiliki dan memberdayakan sumber daya tersebut secara produktif. Kapabilitas perusahaan berasal dari tiga hal, yaitu struktur organisasi, proses organisasi, dan sistem pengendalian organisasi. Faktor penting lainnya yang sangat berpengaruh terhadap kapabilitas perusahaan adalah keahlian dan pengetahuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia perusahaan [Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005]. Dalam hal ini perusahaan secara berkelanjutan harus mampu mengembangkan kemampuan modal manusia [human capital] dalam menyerap informasi dan ilmu pengetahuan sehingga akan dapat berkontribusi terhadap peningkatan mutu koordinasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. 9.4.Lingkungan Umum Perusahaan Lingkungan umum terdiri dari berbagai faktor yang relatif tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Grant [1999] menyebutkan bahwa lingkungan umum perusahaan terdiri atas berbagai faktor seperti nilai-nilai sosial [social values], taraf pendidikan [educational], politik, ekonomi, hukum, demografi, lingkungan, sumber daya alam, dan teknologi. Value-based management [2001] menyebutkan analisis terhadap lingkungan umum perusahaan ini sebagai PEST analysis yang mencakup analisis terhadap political factors, economic factors, social factors, dan technological factors. Selain analisis PEST, saat ini telah banyak perusahaan yang menggunakan analisis STEEPLE [social/demographic, technological, economic, environmental [natural], political, legal, and ethical] saat melakukan analisis lingkungan eksternal. Analisis STEEPLE merupakan analisis PEST yang diperluas dengan memasukkan matra analisis terhadap lingkungan hidup dan etika. Pertimbangan lingkungan hidup menjadi sangat relevan saat ini terutama dengan diadopsinya konsep pembangunan berkelanjutan [sustainable development] yang dirumuskan oleh the World Comission on Environment and Development [the Brundland Comission], singkatnya, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memungkinkan masyarakat saat ini dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengorbankan generasi mendatang. Dengan demikian aktivitas perusahaan yang dilakukan saat ini harus dapat meminimalisasi dampak buruk terhadap lingkungan, misalnya dengan menghasilkan produk-produk yang ramah lingkungan [environmental friendly]. Bila lingkungan umum terdiri atas berbagai faktor yang relatif tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan serta memiliki pengaruh terhadap industri secara keseluruhan, maka lingkungan tugas [task environment] merupakan lingkungan yang memiliki pengaruh langsung terhadap perusahaan karena perusahaan memiliki interaksi langsung dengan faktor-faktor yang ada di lingkungan tugas. Lingkungan tugas terdiri dari berbagai faktor seperti para pelaggan, para pesaing, para pemasok, pasar tenaga kerja, industri serta lembaga keuangan [Ashegian dan Ebrahimi, 1990]. Tabel 9.1.Berbagai Faktor yang Dipertimbangkan dalam PEST Analysis Economic Social Technological Political-Legal Pertumbuhan ekonomi Distribusi pendapatan Pengeluaran penelitian pemerintah Lingkungan regulasi dan proteksi Tingkat bunga dan kebijakan moneter Demografi, tingkat pertumbuhan populasi, distribusi usia Industri yang berfokus teknologi Kebijakan pajak Pengeluaran pemerintah Mobilitas tenaga kerja/sosial (perpindahan karyawan dari perusahaan 1 ke yang lainya) Penemuan dan pengembangan baru Regulasi dan batasan perdagangan internasional Kebijakan terhadap pengangguran Perubahan gaya hidup Tingkat perpindahan teknologi Hukum penetapan kontrak, perlindungan konsumen Perpajakan Perilaku kerja/ karier dan waktu senggang, semangat kewirausahaan Daur hidup dan laju keusangan teknologi Hukum tenaga kerja Tingkat nilai tukar Pendidikan Penggunaan energi dan biaya Organisasi Tingkat inflasi Mode, promosi Perubahan teknologi informasi Undang-undang persaingan Tahap-tahap siklus bisnis Kesadaran terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan rasa aman Perubahan internet Stabilitas politik Pendapatan disposable dan diskresioner Taraf hidup Perubahan teknologi bergerak Undang-undang keamanan Devaluasi/revaluasi Pergeseran populasi regional Peningkatan produktivitas melalui otomatisasi Perilaku terhadap perusahaan asing 9.5.Tujuan Analisis Lingkungan Perusahaan Perubahan yang terjadi lingkungan perusahaan baik internal maupun eksternal perlu diamati dan dianalisis dengan seksama agar perubahan-perubahan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi organisasi. Analisis lingkungan perusahaan dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu analisis lingkungan eksternal dan analisis lingkungan internal. Dalam analisis lingkungan eksternal, kegiatan analisis ditujukan terhadap berbagai perubahan, baik yang terjadi di lingkungan umum perusahaan [general environment] maupun lingkungan industri atau lingkungan tugas [task environment]. Tujuan yang ingin diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengidentifikasi adanya berbagai opportunities dan threats. Yang dimaksud dengan threats adalah berbagai kondisi di dalam lingkungan eksternal perusahaan yang dapat menghambat pencapaian tujuan perusahaan untuk memperoleh keunggulan bersaing [Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005]. Adapaun yang dimaksud dengan opportunities adalah berbagai kondisi di lingkungan eksternal perusahaan yang apabila dimanfaatkan akan membantu perusahaan mencapai keunggulan bersaing. Bila analisis terhadap lingkungan eksternal perusahaan ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai opportunities and threats, maka analisis terhadap lingkungan internal perusahaan ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai strengths and weaknesses yang ada pada sumber daya dan kapabilitas perusahaan. Dalam hal ini perusahaan melakukan komparasi antara sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki pesaing. Melalui proses komparasi tersebut, perusahaan akan sampai pada suatu kesimpulan, apakah sumber daya dan kapabilitas yang mereka miliki lebih kuat atau lebih lemah dibandingkan dengan pesaing. Komparasi sumber daya dan kapabilitas perusahaan ini sangat diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha perusahaan. 9.6.Alat Analisis untuk Memahami Perkembangan Lingkungan Perusahaan 9.6.1.Alat Analisis untuk Memahami Perkembangan Lingkungan External Perusahaan Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi opportunity and threat adalah analisis struktur industri atau yang lebih dikenal dengan model five forces dari Michael Porter. Dalam hal ini Porter [1998] mendefinisikan struktur industri sebagai “the underlying economic and technical characteristics of an industry”. Selanjutnya Porter menyebutkan adanya lima kekuatan persaingan dalam suatu struktur industri yang akan berpengaruh terhadap profitabilitas suatu industri, yaitu the entry of new competitors [potential entrants], the threats of substitutes, the bargaining power of buyers, the bargaining power of suppliers, and the rivalry among the existing competitors. Gambar 9.1.Lima Kekuatan Kompetitif yang Menentukan Profitabilitas Industri 9.6.2.Alat Analisis untuk Memahami Perkembangan Lingkungan Internal Perusahaan Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya serta kapabilitas yang dimiliki perusahaan adalah dengan melakukan value chain analysis [analisis rantai nilai]. Value chain analysis bertujuan untuk melakukan analisis terhadap kemampuan sumber daya internal organisasi yang terdiri dari berbagai fungsi organisasi seperti fungsi marketing, keuangan, produksi, riset, dan pengembangan serta fungsi lainnya yang ada di dalam perusahaan di mana keseluruhan kemampuan fungsi perusahaan tersebut bermuara kepada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan margin. Menurut Porter [1988] setiap korporasi memiliki rantai nilai internal yang berbeda-beda. Sebagai contoh bagi perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, Porter membagi aktivitas perusahaan yang memiliki sumbangan terhadap pembentukan margin perusahaan kepada dua kelompok kegiatan yaitu primary activities yang mencakup inbound logistics, operations, outbound logistics, marketing and sales, service ; dan support activities yang mencakup firms infrastructure, human resources management, technology development dan procurement. Penelaahan secara sistematis terhadap aktivitas penciptaan nilai di setiap aktivitas perusahaan akan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Dalam kaitan ini, analisis rantai nilai korporasi dilakukan melalui tiga tahapan [Wheelen and Hunger 2004; 86] sebagai berikut: 1. Memeriksa value chain dari masing-masing lini produk yang menyangkut berbagai aktivitas yang berkaitan dengan produksi masing-masing produk atau jasa. Melalui pemeriksaan ini akan dapat ditentukan aktivitas yang dapat dipandang sebagai kekuatan perusahaan [core competencies] atau merupakan sumber kelemahan perusahaan [core deficiencies]? Apakah setiap kekuatan yang dimiliki perusahaan menimbulkan keunggulan bersaing sehingga dapat dikategorikan sebagai kompetensi yang unggul [distinctive competencies]. 2. Memeriksa keterkaitan [linkages] rantai nilai di dalam masing-masing lini produk untuk memastikan bahwa setiap bagian perusahaan akan dapat meningkatkan margin dan menekan biaya 3. Memeriksa kemungkinan terjadinya sinergi di antara nilai untuk berbagai lini produk yang berbeda. Dalam hal ini perusahaan dapat mengupayakan terjadinya economies of scope yang dihasilkan ketika rantai nilai dari dua produk yang terpisah melakukan aktivitas bersama yang dapat menekan biaya. 9.7.Rantai Nilai Perusahaan Berikut ini adalah gambar yang menjelaskan tentang rantai nilai perusahaan. Gambar 9.2.Rantai Nilai Perusahaan Pertemuan 10. Melakukan Bisnis Secara Global Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang cara melakukan bisnis secara global. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat mengenali jenis organisasi global, bagaimana organisasi menjadi global yaitu dengan cara lisensi, aliansi strategik [strategic alliances], maupun foreign subsidiary, serta memahami tentang pengelolaan bisnis di lingkungan global dan comparative management. 10.1.Perbedaan Jenis Organisasi Global Organisasi melakukan bisnis secara global bukanlah sesuatu yang baru. Dupont mulai melakukan bisnis di China pada tahun 1863. Heinz Company memproduksi makanan di Inggris di tahun 1905. Ford Motor Company membuka cabang penjualannya yang pertama di luar negeri di Perancis pada tahun 1908. Pada tahun 1920-an, perusahaan lain termasuk Fiat, Unilever, dan Royal Dutch/Shell telah menjadi multinasional. Tetapi, barulah pada pertengahan 1960-an perusahaan multinasional [MNC] menjadi lazim. Perusahaan-perusahaan itu yang menyelenggarakan operasi penting di dua negara atau lebih sekaligus, tetapi berbasis di nagara asal yang mempermaklumkan pertumbuhan cepat dalam perdagangan internasional. Dengan fokus pada pengendalian dari negara asal, MNC bercirikan sikap etnosentris. Beberapa contoh perusahaan yang dapat dipertimbangkan sebagai MNC mencakup Sony, Deutsche, AG, Exxonmobil, dan Merrill Lynch. Walau perusahaan-perusahaan itu mempunyai perusahaan global yang besar, keputusan manajemen dengan implikasinya yang berskala perusahaan secara keseluruhan dibuat dari kantor pusat di negara asal. Jenis organisasi global lainnya disebut perusahaan transnasional [transnational corporation atau TNC]. Perusahaan yang menyelenggarakan operasi yang signifikan di lebih dari satu negara tetapi mendesentralisasikan manajemen ke negara lokal. Jenis organisasi itu tidak berusaha meniru kesuksesan domestiknya dengan mengelola sejumlah operasi luar negeri dari negara asalnya. Melainkan, pengambilan keputusan di TNC berlangsung pada tingkat lokal. Warga setempat lazimnya diperkerjakan untuk menjalankan operasi di tiap-tiap negara. Jenis organisasi global itu mencerminkan sikap polisentris. Nestle, misalnya, perusahaan yang berbasis di Swiss dan merupakan perusahaan makanan terbesar di dunia merupakan perusahaan transnational. Dengan operasi di hampir semua negara di dunia, para manajernya menyesuaikan produk-produk perusahaan tersebut dengan konsumennya. Di Eropa, Nestle menjual produk-produk yang tidak tersedia di AS atau Amerika latin. 10.2.Bagaimana Organisasi Menjadi Global Kebanyakan organisasi berproses melalui tiga tahap ketika mereka menjadi global. Tiap tahap yang sukses memerlukan investasi yang lebih banyak dan juga menyertakan risiko yang lebih besar. Dalam tahap pertama, para manajer membuat dorongan pertama untuk menjadi perusahaan internasional sekedar dengan mengekspor produk-produk organisasi tersebut ke negara lain yakni, dengan membuat produk di dalam negeri dan menjualnya ke luar negeri. Selain itu, organisasi dapat memilih dari awal untuk menjadi global dengan mengimpor produk, yaitu menjual produk di negara sendiri untuk produk yang dibuat di luar negeri. Baik mengekspor maupun mengimpor adalah langkah nominal untuk menjadi bisnis global yang melibatkan investasi minimal dan risiko minimal. Kebanyakan organisasi mulai melakukan bisnis secara global dengan cara itu. Banyak di antara organisasi itu, khususnya pengusaha kecil, melanjutkan dengan mengekspor dan mengimpor sebagai pendekatan mereka melibatkan diri ke dunia global. Dalam tahap kedua, para manajer melakukan investasi yang lebih besar dengan berkomitmen untuk menjual produknya di negara asing atau membuat produk itu di negara asing, namun masih belum ada kehadiran fisik karyawan perusahaan tersebut di luar negara asal perusahaan itu. Sebaliknya, yang lazim dilakukan pada sisi penjualan adalah dengan mengirimkan karyawan domestik untuk melakukan perjalanan bisnis secara teratur untuk menjumpai para customer luar negeri. Di sisi pabrikan, para manajer akan melakukan kontrak denganperusahaan asing tertentu guna memproduksi produk-produk perusahaannya. Tahap ketiga memperlihatkan nilai teguh para manajer untuk mengejar pasar global. Para manajer dapat melakukannya dengan berbagai cara pemberian. Lisensi atau waralaba adalah pendekatan yang serupa karena keduanya mencakup perusahaan yang memberikan kepada organisasi lain hak penuh atas merek, teknologi, atau spesifikasi produk perusahaan itu dengan mendapat imbalan berupa pembayaran sejumlah uang sekaligus [lump-sum payment] atau uang jasa atau fee yang biasanya berdasar pada penjualan. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa pelisensian biasanya digunakan oleh perusahaan pabrikan dan pewaralabaan digunakan oleh organisasi jasa. Contohnya, para konsumen dari Thailand dapat menikmati hamburger Bob’s Big Boy. Orang Filipina dapat makan di Shakey’s Pizza, semuanya karena waralaba di negara itu. Aliansi strategik [strategic alliances] adalah kemitraan antara orgaznisasi tertentu dan perusahaan asing di mana keduanya berbagi sumber daya dan pengetahuan guna mengembangkan produk baru atau mambangun fasilitas produksi. Mitra tersebut juga berbagi risiko dan imbalan atas aliansi itu. Contohnya, IBM Amerika Serikat, Toshiba Jepang, dan Siemens Jerman, membentuk kemitraan untuk mengembangkan generasi baru chip komputer. Jenis aliansi strategik tertentu di mana para mitra setuju untuk membentuk organisasi yang terpisah dan independent untuk mencapai tujuan bisnis tertentu disebut usaha patungan [joint venture]. Contohnya, Hewlett-Packard mempunyai banyak usaha patungan dengan berbagai pemasok di seluruh dunia untuk menciptakan komponen yang berbeda-beda bagi peralatan komputernya. Kemitraan itu menjadi cara yang cepat dan lebih murah bagi perusahaan untuk bersaing secara global dibandingkan bila dilakukan sendiri. Akhirnya, di tahap ketiga, para manajer dapat melakukan tahap investasi langsung di negara asing dengan membentuk anak perusahaan luar negeri [foreign subsidiary], yang merupakan fasilitas produksi atau kantor yang terpisah dan independent. Anak perusahaan itu dapat dikelola sebagai MNC [pengendalian domestik]. Perancangan itu melibatkan komitmen yang terbesar atas sumber daya dan memiliki jumlah risiko yang juga terbesar. Gambar 10.1.Cara Organisasi Menjadi Global 10.3.Mengelola Bisnis di Lingkungan Global Manajer global harus sadar tentang hal-hal ekonomi ketika melakukan bisnis di negara lain. Yang pertama adalah memahami jenis sistem ekonomi di negara mana usaha itu dijalankan. Dua jenis utama adalah ekonomi pasar dan ekonomi komando. Ekonomi pasar adalah sesuatu di mana sumber daya terutama dimiliki dan dikontrol oleh sektor perorangan. Ekonomi komando adalah sesuatu di mana semua keputusan ekonomi direncanakan dari pemerintah pusat. Pada kenyataannya, tak ada ekonomi yang benar-benar ekonomi pasar atau komando. Mengapa manajer perlu mengetahui sistem ekonomi negara-negara ? karena hal ini mempunyai potensi untuk membatasi keputusan dan tindakan. Hal ekonomi lainnya yang perlu dipahami oleh manajer meliputi tingkat pertukaran mata uang, tingkat inflasi, dan beragam kebijakan pajak. Laba perusahaan global dapat secara dramatis berubah-ubah tergantung pada kekuatan mata uang dalam negerinya dan negara di mana perusahaan itu beroperasi. Pertemuan 11. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat mendeskripsikan tentang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan, dimensi-dimensi tanggung jawab sosial perusahaan yang terdiri dari economic responsibilities, legal responsibilities, ethical responsibilities, discretionary responsibilities ; serta memahami konsep sustainable development, etika bisnis, manajemen hijau [green management], bagaimana organisasi menjadi organisasi hijau, dan green approach. 11.1.Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan H.R. Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan, membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat [Wartick dan Cochran, 1985]. Pendapat Bowen tersebut telah memberikan kerangka dasar bagi pengembangan konsep tanggung jawab sosial [social responsibility] perusahaan. Sebagaimana ditekankan oleh Bowen kewajiban atau tanggung jawab sosial dari perusahaan bersandar kepada keselarasan antara tujuan-tujuan dan nilai-nilai perusahaan dengan berbagai tujuan dan nilai-nilai dari suatu masyarakat. Kedua hal yang telah disebutkan oleh Bowen, yakni keselaran dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat merupakan dua premis dasar tanggung jawab sosial perusahaan. Premis pertama, perusahaan bisa mewujud dalam suatu masyarakat karena adanya dukungan dari masyarakat. Oleh sebab itu perilaku perusahaan dan cara yang digunakan perusahaan untuk menjalankan bisnis harus berada di dalam bingkai pedoman yang ditetapkan masyarakat. Dalam hal ini seperti halnya pemerintah, perusahaan memiliki kontrak sosial [social contract] yang berisi sejumlah hak dan kewajiban. Kontrak sosial ini akan mengalami perubahan sejalan dengan perubahan kondisi masyarakat. Tetapi apapun perubahan yang terjadi kontrak sosial tersebut tetaplah merupakan dasar bagi legitimasi bisnis. Kontrak sosial ini pula yang akan menjadi wahana bagi perusahaan untuk menyesuaikan tujuan-tujuan perusahaan dengan tujuan-tujuan masyarakat yang pelaksanaannya dimanifestasikan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Premis kedua, yang mendasari tanggung jawab sosial adalah bahwa pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral [moral agent] dalam suatu masyarakat. Pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan puncak perusahaan senantiasa melibatkan pertimbangan nilai atau mencerminkan nilai-nilai yang dimiliki oleh manajemen puncak. Oleh sebab itu supaya terjadi keselarasan antara nilai-nilai yang dimiliki oleh perusahaan dengan nilai-nilai yang dimiliki masyarakat, manajer perusahaan harus berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Premis kedua ini memuat dimensi etika dari tanggung jawab sosial. Pada saat Bowen mempublikasikan tulisannya, dunia bisnis belum mengenal bentuk perusahaan yang disebut korporasi. Saat ini dunia bisnis telah mengenal bentuk perusahaan korporasi yang memiliki sumber daya sangat besar serta beroperasi di berbagai negara. Karena kekuasaan yang dimiliki oleh korporasi demikian besar, maka sesuai dengan premis Bowen bahwa di atas pundak korporasi tersebut melekat berbagai tanggung jawab sosial sesuai dengan kontrak sosial antara perusahaan korporasi dengan negara dan masyarakat di mana korporasi tersebut berada. Tanggung jawab tersebut dikenal dengan tanggung jawab sosial korporasi [corporate social responsibility]. Periode awal tahun 1970-an mencatat babak penting perkembangan konsep CSR ketika para pimpinan perusahaan terkemuka di Amerika serta para peneliti yang diakui dalam bidangnya membentuk Committee for Economic Development [CED]. Salah satu pernyataan CED [1971] yang dituangkan dalam laporan berjudul social responsibilities of business corporation, menyebutkan: “today it is clear that the terms of social contract between society and business are, in fact, changing in substantial and important ways. Business is being ask to assume broader responsibilities to society than ever before and to serve a wider range of human values.” 11.2.Lingkaran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CED membagi tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam tiga lingkaran tanggung jawab, yakni inner-circle of responsibilities, intermediate circle of responsibilities, dan outer circle of responsibilities. a. Lingkaran tanggung jawab terdalam [inner-circle of responsibilities] mencakup tanggung jawab perusahaan untuk melaksankan fungsi ekonomi yang berkaitan dengan produksi barang dan pelaksanaan pekerjaan secara efisien serta pertumbuhan ekonomi. b. Lingkaran tanggung jawab pertengahan [intermediate circle of responsibilities] menunjukkan tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi, sementara pada saat yang sama memiliki kepekaan kesadaran terhadap perubahan nilai-nilai dan prioritas-prioritas sosial seperti meningkatnya perhatian terhadap konservasi lingkungan hidup, hubungan dengan karyawan, meningkatnya ekspektasi konsumen untuk memperoleh informasi produk yang jelas serta perlakuan yang adil terhadap karyawan di tempat kerja. c. Lingkaran tanggung jawab terluar [outer-circle of responsibilities] mencakup kewajiban perusahaan untuk lebih aktif dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial. 11.3.Dimensi-dimensi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Carroll menjelaskan menjelaskan dimensi-dimensi tanggung jawab sosial perusahaan ke dalam empat kategori, yaitu : 1. Economic responsibilities. Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan. 2. Legal responsibilities. Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan menaati hukum dan peraturan yang berlaku di mana hukum dan peraturan tersebut padaa hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif. 3. Ethical responsibilities. Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun kelembagaan [organisasi] untuk menilai suatu isu di mana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Melalui pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memberikan penilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak adil, serta memiliki kegunaan atau tidak. 4. Discretionary responsibilities. Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan melalui berbagai program yang bersifat filantropis dan dilakukan perusahaan secara sukarela. 11.4.Konsep Sustainable Development Konsep sustainable development mengandung dua ide utama: 1. Untuk melindungi lingkungan, dibutuhkan pembangunan ekonomi. Kemiskinan merupakan suatu penyebab penurunan kualitas lingkungan. Masyarakat yang kekurangan pangan, perumahan, dan kebutuhan dasar untuk hidup cenderung menyalahgunakan sumber daya alam hanya untuk tujuan bertahan hidup. Karena itu, perlindungan terrhadap lingkungan hidup membutuhkan standar hidup yang memadai untuk seluruh masyarakat dunia. 2. Kendati demikian, pembangunan ekonomi harus memperhatikan keberlanjutan, yakni dengan cara melindungi sumber daya yang dimiliki bumi bagi generasi mendatang. Pertumbuhan ekonomi tidak bisa dibenarkan dengan merusak hutan, lahan pertanian, air, dan udara, di mana sumber daya sumber daya tersebut sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia di planet ini. Pengenalan konsep sustainable development memberi dampak besar kepada perkembangan konsep CSR selanjutnya. Sebagai contoh the organization for economic coorporation and development [OECD] merumuskan CSR sebagai: “business’s contribution to sustainable development and that corporate behavior must not only ensure returns to stokholders, wages to employees, and products and services to customers, but they must respond to societal and environmental concerns and value. Lembaga lain yang memberikan rumusan CSR sejalan dengan konsep sustainable development adalah the World Business Council for sustainabel development [atau yang saat ini dinamakan business action for sustainable development]. Menurut organisasi ini, CSR adalah : “the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. 11.5.Etika Eisnis Etika bisnis [business ethics] merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis. Secara lebihh khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak yang dilakukan manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan [Griffin and Ebbert, 1999; 82]. Sedangkan Epstein menyatakan etika bisnis menunjukkan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun secara kelembagaan [organisasi] untuk menilai suatu isu, di mana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Melalui pilihan nilai tersebut, individu atau organisasi akan memberikan penilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil atau tidak serta memiliki kegunaan [utilitas] atau tidak. Etika bisnis bukan merupakan suatu etika yang berbeda dari etika pada umumnya [Post, et.al., 2002:103] dan etika bisnis bukan merupakan suatu etika yang hanya berlaku di dunia bisnis. Mengapa bisnis memerlukan etika? Bukankah kegiatan bisnis hanya bertujuan memperoleh profit sebanyak-banyaknya dengan cara atau teknik apapun? Tidakkah perilaku etis yang diterapkan oleh perusahaan malah menghambat perusahaan untuk dapat berkompetisi dengan para kompetitornya? Menurut Post, et.al., [2002:103] setidaknya terdapat tujuh alasan yang mendorong perusahaan untuk menjalankan bisnisnya secara etis. 1. Meningkatkan harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnisnya secara etis. 2. Agar perusahaan tidak melakukan berbagai tindakan yang membahayakan stakeholders lainnya. 3. Penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. 4. Penerapan etika bisnis sperti kejujuran, menepati janji, dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis di antara dua pihak yang melaksanakan hubungan bisnis. 5. Agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis. 6. Penerapan etika perusahaan secara baik di dalam perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja maupun pemberi kerja. 7. Perusahaan perlu menerapkan etika bisnis dalam menjalankan usahanya, untuk mencegah agar perusahaan tidak memperoleh sanksi karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis. 11.6.Manajemen Hijau [Green Management] Hingga akhir 1960-an, hanya sedikit orang dan organisasi memperhatikan dampak terhadap lingkungan dari pilihan dan tindakan mereka. Walaupun beberapa grup memperhatikan pelestarian sumber daya lingkungan, satu-satunya referensi penyelamatan lingkungan yang ada hanyalah cetakan yang memuat anjuran ‘mohon jangan membuang sampah sembarangan’. Namun, sejumlah bencana lingkungan membawa semangat cinta lingkungan kepada individu, grup, dan organisasi. Kini semakin banyak manajer yang mulai mempertimbangkan dampak organisasi mereka terhadap lingkungan alam, yang disebut manajemen hijau. “Pengelolaaan yang didasari oleh kesadaran yang mempertimbangkan dampak organisasi mereka terhadap lingkungan” A.Bagaimana Organisasi Menjadi Organisasi Hijau? Para manajer dan organisasi dapat melakukan banyak hal untuk menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Beberapa melakukan hanya hal yang diminta oleh hukum yaitu melakukan kewajiban sosialnya. Namun, beberapa lainnya secara drastis mengubah produk mereka dan proses produksinya. - Pendekatan hukum [hijau muda] adalah pendekatan di mana cukup mengikuti apa yang diperintahkan hukum. Dalam pendekatan ini, yang menggambarkan kewajiban sosial, organisasi hanya menunjukkan sedikit sensitivitas terhadap lingkungan. - Ketika sebuah organisasi sudah lebih sensitif terhadap masalah lingkungan, mereka dapat menganut pendekatan pasar dan merespon pilihan lingkungan dari para konsumen. Apapun yang diminta para konsumennya dalam arti produk yang ramah lingkungan akan disediakan oleh organisasi. - Pada pendekatan pemangku kepentingan [stakeholder], sebuah organisasi bekerja untuk memenuhi tuntutan dari berbagai pemangku kepentingan, seperti karyawan, pemasok, atau komunitas. - Apabila sebuah organisasi mengejar pendekatan aktivis [hijau tua] mereka mencari cara untuk melindungi sumber daya alam bumi ini. Pendekatan aktivis merefleksikan tingkatan tertinggi dari sensitifitas terhadap lingkungan dan menggambarkan tanggung jawab sosial. B.Pendekatan Hijau [Green Approach] Gambar berikut ini menjelaskan tentang pendekatan hijau [green approach] dari perusahaan. Gambar 11.1.Pendekatan Hijau [Green Approach] Pertemuan 12. Memotivasi Karyawan Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami bagaimana memotivasi karyawan. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat mendeskripsikan teori-teori awal tentang motivasi, yaitu teori Hierarki Kebutuhan Maslow, teori X dan teori Y McGregor, teori Motivasi Higienis Herzberg, teori motivasi modern yaitu teori Tiga Kebutuhan, teori Penentuan Sasaran, teori Penguatan, teori Kesetaraan, dan teori Pengharapan. 12.1.Definisi Motivasi Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi untuk mencapai sasaran organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, di sini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja. Ada tiga unsur kunci dalam definisi itu yaitu upaya, sasaran organisasi, dan kebutuhan. Unsur upaya merupakan ukuran intensitas atau dorongan. Seseorang yang termotivasi akan berusaha keras. Namun tingkat upaya yang tinggi tidak selalu menghasilkan kinerja yang menguntungkan, kecuali jika usaha disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita harus memperimbangkan mutu usaha itu beserta intensitasnya. Usaha yang diarahkan ke sasaran organisasi dan konsisten dengan sasaran organisasi merupakan jenis usaha yang harus kita cari. Akhirnya, kita akan memperlakukan motivasi sebagai proses memuaskan kebutuhan. Kebutuhan mengacu ke keadaan batin yang membuat hasil-hasil tertentu tampak menarik. Yang melekat pada definisi kita mengenai motivasi ialah persyaratan bahwa kebutuhan individu cocok dan konsisten dengan sasaran organisasi. Sejumlah karyawan secara teratur meluangkan beberapa waktu untuk berkomunikasi dengan teman-teman di tempat kerja guna memenuhi kebutuhan sosial mereka. Ada tingkat usaha yang tinggi, tetapi sedikit saja terkait dengan cara kerja. Memotivasi tingkat kinerja karyawan supaya tinggi merupakan masalah organisasi yang penting dan manajer harus mencari solusinya. 12.2.Teori-Teori Awal tentang Motivasi Kita mulai dengan melihat tiga teori awal motivasi. Walaupun mulai dipertanyakan validitasnya, mungkin masih tetap merupakan penjelasan yang terbaik yang diketahui untuk motivasi karyawan. Ketiga teori itu adalah Hierarki kebutuhan Maslow, Teori X dan Y McGregor, dan teori motivasi higienis Herzberg. Walaupun semakin banyak penjelasan valid tentang motivasi yang telah dikembangkan, kita harus memahami teori-teori awal itu, setidak-tidaknya karena dua alasan : [1] teori-teori itu menjadi dasar pengembangan teori motivasi kontemporer, dan [2] para manajer praktisi terus secara berkala menggunakan teori-teori beserta peristilahannya untuk menjelaskan motivasi karyawan. a.Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik yang berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hierarki lima kebutuhan. 1. Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lain. 2. Kebutuhan keamanan : keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terpenuhi. 3. Kebutuhan sosial : kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan. 4. Kebutuhan harga diri : faktor harga diri internal, seperti penghargaan diri, otonomi, dan pencapaian prestasi dan faktor harga diri eksternal seperti status, pengakuan, perhatian. 5. Kebutuhan aktualisasi diri : pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri, dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai. Gambar 12.1. Dalam istilah motivasi, Maslow berpendapat bahwa tiap tingkat dalam hierarki itu harus secara substansial terpuaskan sebelum hierarki berikutnya menjadi aktif. Setelah itu secara substansial terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi bisa memotivasi perilaku. Dengan kata lain, jika tiap kebutuhan secara substansial terpuaskan, kebutuhan berikutnya akan menjadi dominan. Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang, kita perlu memahami di tingkat mana keberadaan orang lain itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada pemuasan kebutuhan pada atau di atas tingkat itu. Para manajer yang menerima hierarki Maslow berusaha mengubah organisasi dan praktik manajemen sehinggaa kebutuhan karyawan mereka dapat terpuaskan. b.Teori X dan Teori Y McGregor Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua kelompok asumsi mengenai sifat manusia : teori X dan teori Y. Sangat sederhana, teori X pada dasarnya menyajikan pandangan negatif tentang orang. Teori X berasumsi bahwa para pekerja mempunyai sedikit ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif bekerja. Teori Y menawarkan pandangan pandangan positif. Teori Y berasumsi bahwa para pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai kegiatan alami. McGregor yakin bahwa asumsi teori Y lebih menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman bagi praktik manajemen. Apakah yang tersirat pada analisis McGregor tentang motivasi ? Jawabannya dinyatakan sangat baik pada kerangka kerja yang disajikan Maslow. Teori X berasumsi bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu, dan teori Y berasumsi bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri berpegang pada keyakinan bahwa asumsi lebih valid dari teori X. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa partisipasi dalam pegambilan keputusan, pekerjaan yang menuntut tanggung jawab dan yang menantang, dan hubungan kelompok yang baik akan memaksimalkan motivasi karyawan. c.Teori Motivasi Higienis Herzberg Teori motivasi higienis Frederick Herzberg berpendapat bahwa faktor intrinsik terkait dengan kepuasan dan motivasi kerja, sedangkan faktor ekstrinsik terkait dengan ketidakpuasan kerja. Meyakini bahwa sikap individu terhadap pekerjaannya itu menentukan kesuksesan atau kegagalan, Herzberg menyelidiki pertanyaan “apa yang diinginkan orang dari pekerjaannya?” ia meminta orang menjelaskan rinci situasi yang mereka rasa sangat baik atau sangat buruk tentang pekerjaan mereka. Herzberg menyimpulkan dari analisis tentang temuannya itu bahwa jawaban yang diberikan orang-orang ketika mereka merasa senang dengan pekerjaannya secara signifikan berbeda dari jawaban yang diberikan ketika mereka merasa tidak senang. Karakteristik tertentu secara konsisten terkait dengan kepuasan kerja dan faktor lain terkait dengan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang terkait dengan kepuasan kerja yaitu intrinsik dan mencakup hal-hal semacam prestasi, pengakuan, dan tanggung jawab. Ketika orang-orang merasa senang dengan pekerjaannya, mereka cenderung menganggap karakteristik itu ditentukan oleh dirinya sendiri. Di lain pihak, ketika mereka tak puas, mereka cenderung mengeluhkan faktor ekstrinsik, seperti kebijakan dan pengelolaan perusahaan, pengawasan, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja. Menurut Herzberg, faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari yang menghasilkan ketidakpuasan. Oleh karena itu, para manajer yang berusaha menghapuskan faktor-faktor yang menciptakan ketidakpuasan kerja dapat menghasilkan harmoni di tempat kerja tetapi bukan motivasi. Faktor-faktor ekstrinsik yang menciptakan ketidakpuasan kerja itu disebut faktor higienis. Jika faktor-faktor itu memadai, orang tidak tak-terpuaskan, tetapi orang itu juga tidak terpuaskan [atau termotivasi]. Untuk memotivasi orang supaya bekerja, Herzberg menganjurkan menekankan motivator, faktor intrinsik yang meningkatkan kepuasan kerja. Tabel 12.1. 12.3.Teori Motivasi Modern Teori motivasi karyawan yang paling mutakhir mungkin tidak seterkenal beberapa teori motivasi awal, teori motivasi modern cenderung lebih kuat karena didukung oleh hasil riset. Kita akan meninjau 6 teori yaitu teori tiga kebutuhan, teori penentuan sasaran, teori penguatan, perancangan pekerjaan yang memotivasi, teori kesetaraan, dan teori pengharapan. a.Teori Tiga Kebutuhan David McClelland dan para pakar lain telah mengemukakan teori tiga kebutuhan, bahwa ada tiga kebutuhan yang menjadi motif utama dalam pekerjaan. Ketiga kebutuhan itu meliputi kebutuhan akan pencapaian prestasi [need for achievement], yakni dorongan untuk unggul, untuk berprestasi menurut serangkaian standar, untuk berusaha keras supaya berhasil ; kebutuhan akan kekuasaan [need for power], yakni kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang sebenarnya tidak akan mereka lakukan jika tidak dipaksa ; dan kebutuhan akan afiliasi, yaitu keinginan akan hubungan antar pribadi yang bersahabat dan erat. Dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan akan pencapaian prestasi paling banyak diteliti. Seseorang yang kebutuhan akan pencapaian prestasinya tinggi akan berjuang meraih prestasi pribadi daripada meraih fasilitas jabatan dan imbalan atas kesuksesan. Orang tersebut mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Mereka lebih menyukai pekerjaan yang menawarkan tanggung jawab pribadi untuk mencari solusi masalah, di mana mereka dapat menerima umpan balik yang cepat dan tidak ambigu atas kinerja mereka yang memberi tahu apakah pekerjaan mereka telah membaik, dan di mana mereka dapat menetapkan sasaran yang challenging, tetapi masih terjangkau. Mereka termotivasi oleh dan lebih menyukai tantangan kerja menyelesaikan masalah dan menerima tanggung jawab pribadi atas kesuksesan atau kegagalan. Gagasan pentingnya adalah pencapai yang tinggi menghindari tugas yang mereka anggap terlalu mudah atau terlalu sulit. Juga kebutuhan akan pencapaian prestasi yang tinggi tidak selalu harus menjadi manajer yang baik khususnya dalam organisasi besar. Alasan pencapai yang tinggi tidak mesti menjadi manajer yang baik mungkin adalah karena pencapai yang tinggi berfokus pada penyelesaiannya sendiri, sedangkan manajer yang baik menekankan membantu orang lain mencapai sasaran mereka. Akan tetapi, kita juga tahu bahwa karyawan dapat dilatih untuk memiliki kebutuhan akan pencapaian prestasinya. Kedua kebutuhan lain dalam teori tiga kebutuhan belum diteliti sesering kebutuhan akan pencapaian prestasi. Akan tetapi, kita tahu bahwa kebutuhan akan afiliasi dan kekuasaan sangat terkait dengan kesuksesan manajerial. Manajer terbaik cenderung tinggi kebutuhan akan kekuasaan dan rendah kebutuhan akan afiliasi. Bagaimana cara menemukan tingkat kita atas masing-masing ketiga kebutuhan itu ? ketiga motif itu lazim diukur deengan menggunakan tes proyeksi [dikenal dengan thematic apperception test] di mana responden bereaksi terhadap sejumlah gambar. Tiap gambar ditunjukkan kepada subjek tersebut dan subjek kemudian menuliskan cerita berdasarkan gambar itu. Analis yang terlatih kemudian akan menentukan tingkat need for achievement, need for power, dan need for affiliation. b.Teori Penentuan Sasaran Riset mengenai teori penentuan sasaran membahas masalah-masalah dan temuannya, seperti akan kita lihat, sangat mengesankan jika dilihat dari dampak sasaran, tantangan, dan umpan balik spsifik pada kinerja. Terdapat dukungan kuat atas pendapat bahwa sasaran spesifik meningkatkan kinerja dan bahwa sasaran yang sulit, bila diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada sasaran yang mudah. Pendapat ini dinamakan teori penentuan sasaran. Niat bekerja mencapai sasaran merupakan sumber utama motivasi kerja. Studi-studi mengenai penentuan sasaran telah menujukkan keunggulan sasaran spesifik dan menantang sebagai kekuatan pemberi motivasi. Sasaran yang sulit dan spesifik menghasilkan level output yang lebih tinggi daripada sasaran umum “lakukan sebaik-baiknya”. Spesifiknya sasaran itu sendiri bertindak sebagai pendorong internal. Apakah ada kontradiksi bahwa motivasi menjadi maksimal karena pencapaian prestasi itu distimuli oleh sasaran yang tidak menantang, sementara teori penentuan sasaran mengatakan bahwa motivasi itu penting. Terdapat dua penjelasan. Pertama, teori penentuan sasaran berbicara tentang orang pada umumnya. Kesimpulan mengenai motivasi pencapaian prestasi itu didasarkan hanya pada orang yang mempunyai need for achievement tinggi. Kedua, kesimpulan teori penentuan sasaran berlaku bagi orang-orang yang menerima dan berkomitmen terhadap sasaran itu. Sasaran yang sulit akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi hanya jika sasaran itu diterima. Akankah para karyawan berusaha lebih keras jika mereka mempunyai peluang ikut serta menentukan sasaran? Meskipun kita tidak dapat mengatakan bahwa meminta para karyawan ikut serta dalam proses penentuan itu senantiasa diinginkan, partisipasi mungkin lebih disukai jika pemberian tugas penentuan sasaran itu kita perkirakan akan terjadi penolakan untuk menerima challence yang sulit. Akhirnya, seseorang akan bekerja lebih baik jika mereka mendapatkan umpan balik mengenai sejauh mana mereka maju menuju sasaran, karena umpan balik membantu mengidentifikasi kesenjangan antara apa yang telah mereka lakukan dan apa yang ingin mereka lakukan, artinya umpan balik bertindak sebagai pedoman perilaku. Tetapi, umpan balik itu tidak semuanya efektif. Umpan balik yang timbul sendiri di mana karyawan mampu memantau kemajuannya sendiri, telah terbukti merupakan motivator yang lebih hebat daripada umpan balik yang dihasilkan dari luar. Adakah kontingensi [kemungkinan yang akan muncul] dalam teori penentuan sasaran itu, atau dapatkah kita berasumsi bahwa sasaran spesifik dan sulit akan senantiasa menghasilkan kinerja yang lebih tinggi? Selain umpan balik, tiga faktor lain telah ditemukan mempengaruhi hubungan sasaran-kinerja. Faktor-faktor itu mencakup komitmen pada sasaran, kemampuan diri yang memadai, dan budaya nasional. Teori penentuan sasaran mensyaratkan bahwa individu berkomitmen pada sasaran tadi, artinya, individu berniat tidak menurunkan atau meninggalkan sasaran tadi. Komitmen sangat cenderung terjadi jika sasaran itu diumumkan, jika individu tersebut mempunyai tempat kendali internal [internal locus of control], dan jika sasaran itu ditentukan sendiri, bukan diberikan. Efektifitas diri merujuk ke keyakinan seseorang bahwa ia mampu melaksanakan tugas tertentu. Semakin tinggi efektifitas diri kita, semakin yakin kita akan kemampuan berhasil pada tugas tertentu. Jadi, dalam situasi-situasi sulit, kami menemukan bahwa orang yang rendah efektifitas dirinya lebih cenderung mengurangi usaha mereka atau sepenuhnya menyerah kalah, sedangkan orang-orang yang tinggi efektifitas dirinya akan berusaha lebih keras mengatasi tantangan itu. Selain itu, orang yang tinggi efektifitas dirinya cenderung menanggapi umpan balik negatif. Akhirnya, teori penentuan sasaran terikat dengan budaya. Teori tersebut sangat sesuai dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada, karena gagasan utamanya sangat sesuai dengan budaya Amerika Utara. Teori itu mengasumsikan bahwa bawahan akan cukup mandiri [tidak terlampau tinggi jarak kekuasaannya], bahwa manajer dan bawahan akan mencari sasaran yang challenging [rendah penghindaran ketidakpastiannya], dan bahwa kinerja itu dianggap penting baik oleh manajer maupun bawahannya [tinggi kuantitas kehidupannya]. Oleh karena itu, jangan mengharapkan penentuan sasaran dengan sendirinya menghasilkan kinerja yang lebih tinggi di negara-negara, seperti Portugal dan Chili, di mana karakteristik budaya negara-negara tidak seperti AS dan Kanada. Gambar 12.2. Note: Lokus - Area c.Teori Penguatan Teori penguatan menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi dan akibat. Teori ini menyatakan bahwa perilaku itu ditimbulkan dari luar. Apa yang mengendalikan perilaku adalah penguat [reinforces], akibat yang bila diberikan dengan segera setelah perilaku tertentu dilakukan, meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang. Kunci teori penguatan adalah itu mengabaikan faktor-faktor seperti sasaran, harapan dan kebutuhan. Sebagai gantinya, teori itu hanya memusatkan perhatian pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia mengambil tindakan tertentu. Menurut teori penguatan, para manajer dapat mempengaruhi perilaku karyawan dengan memperkuat tindakan yang mereka anggap baik. Riset telah menunjukkan bahwa penguatan itu tentu saja merupakan pengaruh yang penting terhadap perilaku kerja. Tetapi, penguatan itu bukanlah satu-satunya penjelasan bagi perbedaan motivasi karyawan. Sasaran juga mempengaruhi motivasi. Demikian pula tingkatan kebutuhan akan pencapaian prestasi, perancangan pekerjaan, perbedaan imbalan, dan pengharapan. d.Teori Kesetaraan [Equity Theory] Teori kesetaraan, yang dikembangkan oleh J.Stacey Adams, mengatakan bahwa para karyawan melihat [mempersepsikan] apa yang mereka peroleh dari situasi [hasil] pekerjaan untuk dikaitkan dengan apa yang mereka masukkan ke pekerjaan itu [input], kemudian membandingkan rasio-input hasil mereka dengan rasio input-hasil orang lain yang relevan. Jika seorang karyawan menganggap rasio dirinya sama dengan rasio orang lain yang relevan itu, timbullah keadaan setara. Dengan kata lain, dia melihat bahwa situasi dirinya itu adil, bahwa ada keadilan. Namun, jika seandainya rasio itu tidak sama timbullah ketidaksetaraan dan dia menganggap dirinya kurang atau pun terlampau dihargai. Jika timbul ketidaksetaraan, para karyawan berusaha melakukan sesuatu mengenai hal itu. Apa yang akan dilakukan para karyawan saat melihat ketidaksetaraan ? teori kesetaraan mengatakan bahwa para karyawan dapat : [1] mengubah input maupun hasil mereka sendiri atau orang lain; [2] berperilaku sedemikian rupa untuk mendorong orang lain mengubah input atau hasil mereka; [3] berperilaku sedemikian rupa untuk mengubah input atau hasil mereka sendiri ; [4] memilih orang yang berbeda-beda sebagai pembanding, atau [5] meninggalkan pekerjaan mereka. Tinjauan atas riset itu secara konsisten meneguhkan tesis kesetaraan itu: motivasi karyawan sangat dipengaruhi oleh imbalan relatif maupun imbalan absolut. Jika karyawan melihat ketidaksetaraan, mereka akan bereaksi membetulkan situasi tersebut. Sedangkan tiga kategori pembanding telah didefinisikan yaitu orang lain, sistem, dan diri sendiri. e.Teori Pengharapan Teori pengharapan ditemukan oleh Victor Vrom. Teori pengharapan mengatakan bahwa individu cenderung bertindak dengan cara tertentu berdasarkan pengharapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh hasil tertentu dan oleh daya tarik hasil tersebut bagi orang itu. Teori itu mencakup tiga variabel atau hubungan sebagai berikut : 1. Pengharapan atau kaitan usaha-kinerja adalah kemungkinan yang dirasakan oleh orang tersebut untuk melakukan sejumlah usaha tertentu yang menghasilkan tingkat kinerja tertentu. 2. Instrumentalitas atau kaitan kinerja-imbalan adalah tingkat sejauh mana orang tersebut percaya bahwa bekerja pada tingkat tertentu menjadi sarana untuk tercapainya hasil yang diinginkan. 3. Valensi adalah bobot yang ditempatkan oleh orang tersebut ke potensi hasil atau imbalan yang dapat dicapai di tempat kerja. Valensi mempertimbangkan sasaran dan kebutuhan orang tersebut. Kunci teori pengharapan adalah memahami sasaran seseorang dan kaitan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan imbalan, dan antara imbalan dengan kepuasan kerja orang tersebut. Pertemuan 13. Komunikasi di Dalam Organisasi Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang aktivitas berkomunikasi di dalam organisasi. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat memahami tentang aktivitas di dalam sistem informasi, hSupport System, Management Information System, Decision Support System, Knowledge Work System, Office Automation System, dan Transaction Processing System ; serta memahami tentang tujuan berkomunikasi di dalam manajemen dan proses komunikasi. 13.1.Pengertian Informasi Informasi [information] merupakan sekumpulan data yang telah diorganisasi dan memberikan makna tertentu bagi para penggunanya untuk melakukan pengambilan keputusan. Sedangkan data merupakan serangkaian fakta yang mewakili kejadian yang terjadi di dalam organisasi atau lingkungan fisik sebelum diorganisasi dan disusun ke dalam suatu bentuk yang dapat dipahami atau digunakan seseorang [Laudon dan Laudon, 1999]. Manajer tidak akan dapat melakukan perencanaan, pengorganisasian, keepemimpinan, dan pengendalian secara efektif apabila merekea tidak dapat memiliki informasi yang memadai. Informasi merupakan sumber dari pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap suatu masalah yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan yang benar. Sebagai contoh, para manajer Cocacola pernah melakukan kekeliruan dengan mengubah rasa Cocacola menjadi lebih manis dan menawarkan kepada konsumen dua rasa Cocacola, yakni Cocacola rasa lama yang diberi merk Cocacola Classic dan Cocacola rasa baru yang lebih manis bermerek New Coke. Sebagian besar konsumen cocacola merasa kecewa atas perubahan rasa itu. Akhirnya cocacola menarik new coke dari pasaran dan kembali memasarkan Cocacola rasa lama yang lebih diminati konsumen. Untuk memperoleh informasi yang akurat bagi pengambilan keputusan, pihak manajemen perusahaan harus dibantu dengan sistem informasi. Menurut Laudon dan Laudon [1999], sistem informasi [information system] merupakan sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan, memproses, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk menunjang pengambilan keputusan, pengkoordinasiaan dan pengendalian. Sistem informasi juga membantu para manajer dan karyawan menganalisis berbagai masalah, memvisualisasikan subjek yang rumit serta menciptakan produk baru. Sistem informasi memuat berbagai informasi yang signifikan mengenai orang [people], tempat [places], dan berbagai benda lainnya [things] baik di dalam organisasi maupun di lingkungan luar organisasi yang dapat digunakan sebagai pendukung di dalam membuat keputusan, pengkoordinasian, dan pengendalian. 13.2.Aktivitas di Dalam Sistem Informasi Informasi di dalam sistem informasi dihasilkan melalui 3 aktivitas yang mencakup: Input : mencakup berbagai aktivitas untuk memperoleh atau mengumpulkan data mentah yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan yang akan dimasukkan dalam tahap proses. Proses : mencakup berbagai aktivitas untuk mengelompokkan, menyusun, dan melakukan perhitungan terhadap data mentah, sehingga data mentah tersebut dapat diubah ke dalam suatu bentuk yang lebih memiliki makna. Output : Merupakan informasi yang dihasilkan dari pengolahan data dan disebarkan kepada pihak-pihak yang akan menggunakan informasi tersebut, baik untuk pembuatan keputusan, pengkoordinasian, menganalisis masalah, maupun penciptaan produk baru. Perusahaan dapat mengambil berbagai data dari lingkungan perusahaan, baik internal maupun eksternal untuk diproses menjadi output. Setelah itu, sistem informasi yang ada harus bisa memberikan umpan balik [feedback] dengan cara melakukan diseminasi informasi kepada kalangan tertentu dengan tujuan memperoleh koreksi ataupun evaluasi untuk perbaikan atau penyesuaian tahap input. 13.3.Sistem Informasi Manajemen Bila sistem informasi yang dibutuhkan dalam suatu perusahaan dihubungkan dengan struktur organisasi perusahaan, akan diperoleh suatu gambaran mengenai kebutuhan informasi yang berbeda-beda untuk setiap jenjang struktur organisasi. Kebutuhan setiap bagian organisasi atau sistem informasi juga akan semakin spesifik dengan memasukkan unsur fungsi organisasi perusahaan seperti fungsi pemasaran, manufaktur [operation], keuangan [finance], akuntansi [accounting], dan sumber daya manusia [human resources]. Sesuai dengan jenjang struktur organisasi yang ditempatinya, para manajer memiliki kebutuhan informasi yang berbeda sehingga mereka membutuhkan sistem informasi yang berbeda pula. 13.4.Jenis Sistem Informasi a.Executive Support System [ESS] Sistem informasi ini digunakan oleh para manajer puncak untuk membuat keputusan. Sistem ini membantu pembuatan keputusan yang tidak terstruktur [keputusan yang tidak bersifat rutin]. ESS didesain untuk menggabungkan data mengenai perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal perusahaan serta menyajikan ringkasan informasi yang berasal dari lingkungan internal perusahaan yang dihasilkan oleh sistem Management Information System dan Decision Support System. ESS menggunakan software grafik yang paling mutakhtir dan dapat menyajikan grafik serta berbagai informasi lain dengan segera kepada eksekutif senior. b.Management Information System [MIS] Sistem informasi ini menyediakan berbagai report kepada manajer menengah bahkan dalam hal tertentu dapat memberikan akses secara online terhadap informasi kerja perusahaan saat ini dan informasi mengenai kinerja historis perusahaan. Pada umumnya, sistem informasi ini, lebih berorientasi kepada pengumpulan informasi internal perusahaan. Sistem imi terutama digunakan untuk membantu manajer menengah dalam melaksanakan fungsi perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Sistem ini pada umumnya sangat bergantung kepada transaction processing system yang ada di dalam perusahaan. c.Decision Support System [DSS] Sistem informasi ini disediakan untuk menunjang aktivitas manajer menengah dalam melakukan pengambilan keputusan. Sistem informasi ini digunakan oleh para manajer untuk membantu mereka membuat keputusan yang semi terstruktur, bersifat unik, keadaannya mudah berubah, serta sulit untuk diperkirakan di awal. DSS selain menggunakan sumber internal yang berasal dari management information system dan transaction processing system, juga menggunakan informasi yang berasal dari lingkungan luar perusahaan. DSS memiliki kekuatan analisis yang lebih kuat dibandingkan sistem yang lain. Sistem informasi ini juga dibuat interaktif, di mana para pengguna dapat mengubah asusmsi, mengajukan pertanyaan, dan memasukkan data-data baru untuk memperoleh model yang dianggap paling cocok bagi pembuatan keputusan. d.Knowledge Work System [KWS] dan Office Automation System [OAS] Selain membutuhkan manajer, perusahaan juga membutuhkan SDM dengan berbagai keahlian yang berbeda di mana orang terebut bisa saja tidak menempati posisi manajerial. Sumber daya dimaksud adalah knowledge workers, data workers, dan production or service workers. Knowledge workers terdiri dari para pekerja yang memiliki keahlian dalam mendesain produk dan jasa serta menciptakan pengetahuan baru. Yang termasuk ke dalam kelompok ini misalnya insinyur, arsitek, atau ilmuan. Data workers adalah SDM yang terlibat dalam penanganan pekerjaan administrasi perusahaan seperti sekretaris maupun tenaga admimistrasi. Sedangkan yang dimaksud dengan production workers adalah SDM yang terlibat dalam produksi barang dan jasa dalam suatu perusahaan, seperti para pekerja di lini produksi. Knowledge work system dan office automation system merupakan sistem informasi yang memberikan berbagai informsi pada knowledge level system dalam suatu organisasi. Knowledge work system membantu memberikan berbagai informasi bagi knowledge workers sedangkan office automation system membantu memberikan berbagai informasi bagi data workers. Meskipun demikian, office automation system dipergunakan pula secara intensif oleh knowledge workers. e.Transaction Processing System Transaction processing system merupakan sistem informasi yang paling dasar yang memberikan berbagai informasi bagi anggota organiasi di level operasi. Sistem ini merupakan sistem berbasis komputer yang melaksanakan dan merekam berbagai transaksi rutin yang diperlukan untuk menjalankan suatu bisnis. Berbagai bentuk sistem informas yang termasuk ke dalam transaction processing system antara lain sistem reservasi hotel data dan data jumlah karyawan. Gambar 13.1.Jenis Sistem Informasi Dihubungkan dengan Struktur Organisasi dan Fungsi Organisasi 13.5.Pengertian dan Tujuan Komunikasi dalam Manajemen Komunikasi merupakan salah satu bagian terpenting dari aktivitas manusia. Demikian halnya di dalam kehidupan perusahaan, komunikasi memainkan peran yang sangat penting. Seorang direktur utama yang memberikan pengarahan pada rapat pimpinan perusahaan, seorang staff research and development yang memberikan laporan kemajuan pengembangan produk baru kepada manajer produksi, semuanya adalah sedang melakukan komunikasi. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi ? Komunikasi [communication] adalah proses penyampaian pesan yang mencakup di dalamnya informasi dan makna [meaning] [Guffey, 2007] dari seseorang atau kelompok yang disebut sebagai pengirim pesan [sender] kepada pihak lain yang menerima pesan [receiver]. Komunikasi dikatakan berhasil apabila penerima pesan memahami pesan sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. 13.6.Proses Komunikasi Proses komunikasi terdiri dari lima tahapan, yaitu : 1. Proses komunikasi dimulai ketika sender memiliki keinginan dan ide untuk berkomunikasi. Bentuk ide komunikasi tersebut akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang, budaya, nilai, dan lain-lain yang dimiliki oleh pengirim. 2. Selanjutnya sender akan mengubah ide komunikasi yang dia miliki ke dalam bentuk lisan, tulisan, maupun isyarat, yang diperkirakan akan dapat menyampaikan makna. Pesan yang sudah disusun tersebut kemudian dikirimkan kepada penerima dengan menggunakan media baik telepon, fax, e-mail, surat, pengarahan secara lisan, teleconference, dan sebagainya. 3. Pesan yang dikirimkan oleh pengirim pada hakikatnya merupakan lambang yang harus diterjemahkan oleh penerima menjadi sesuatu yang memiliki arti. 4. Tahap selanjutnya adalah tahap di mana penerima memahami pesan yang disampaikan oleh pengirim. 5. Setelah memahami pesan yang disampaikan, penerima akan memberikan tanggapan [feedback] kepada pengirim. Gambar 13.2.Proses Komunikasi Pertemuan 14. Pendekatan-Pendekatan Pengembangan Strategi Perusahaan Tujuan Instruksional Umum Setelah perkuliahan ini mahasiswa akan dapat memahami tentang pendekatan-pendekatan pengembangan strategi perusahaan. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa akan dapat memahami tentang pendekatan-pendekatan pengembangan strategi perusahaan yaitu Structure-Conduct Performance Approach dan Resources-Based Approach ; distinctive competencies yaitu resources dan capabilities ; pengertian manajemen strategik, tahapan di dalam strategic management yang terdiri dari tahap environmental scanning, tahap strategy formulation, tahap strategy implementation, dan tahap evaluation and control ; serta memahami jenis-jenis strategi yang terdiri dari corporate strategy, business strategy, dan functional strategy. 14.1.Dua Pendekatan di Dalam Pengembangan Strategi Perusahaan Pengembangan strategi sejauh ini dapat didekati melalui dua pendekatan yang berbeda [Fitzroy dan Hulbert, 2005] yaitu dengan menggunakan pendekatan the structure-conduct performance approach dan resources-based approach. a.The Structure-Conduct Performance Approach Pendekatan ini memandang pengembangan strategi yang dilakukan perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh struktur industri [industry structure] di mana perusahaan berada. Demikian halnya keberhasilan penerapan strategi perusahaan [yang juga akan sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan] dipengaruhi oleh struktur industri di mana perusahaan beroperasi. Oleh karenanya, perusahaan harus memperhatikan berbagai faktor seperti daya tarik industri [attractiveness of industry], dan tingkat persaingan yang terjadi [competitive rivalry]. Bagaimana struktur industri mempengaruhi strategi yang dibuat perusahaan digambarkan dengan sangat baik oleh Michael Porter dalam 2 bukunya yang terkenal yakni competitive strategy [1980] dan competitve advantage [1985, 1998]. Competitive strategy merupakan karya Porter untuk melakukan analisis industri secara makro. Sedangkan competitive advantage memberikan analisis mikro atas keunggulan bersaing, sementara competitive strategy memberikan analisis makro. Menurut Porter, terdapat dua persoalan mendasar yang akan menentukan strategi bersaing perusahaan. Pertama adalah daya tarik industri [attractiveness of industry] yang ditunjukkan oleh profitabilitas industri dalam jangka panjang. Kedua, analisis terhadap berbagai faktor yang akan menentukan posisi kompetisi [competitive position] perusahaan di dalam industri. Perhatian kepada dua hal mendasar tersebut berasal dari berbagai fenomena yang ditemui Porter. Fenomena pertama adalah adanya berbagai perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang sangat tinggi dibanding perusahaan lainya sehingga perusahaan tersebut memiliki posisi persaingan [competitive position] lebih baik dibanding perusahaan lainnya dalam satu industri, kendati industri tersebut merupakan industri yang secara rata-rata menguntungkan [memiliki daya tarik industri yang tinggi]. Contohnya, perusahaan yang bergerak di industri farmasi memiliki profitabilitas rata-rata lebih baik dibanding perusahaan yang bergerak di industri baja. tetapi di dalam industri farmasi sendiri, terdapat berbagai perusahaan yang memiliki profitabilitas lebih tinggi dibanding perusahaan farmasi lainnya. Fenomena lain yang dtemui Porter adalah adanya berbagai perusahaan yang memiliki competitive position lebih baik dibanding perusahaan lainnya di dalam satu industri tetapi tidak dapat memperoleh profitabilitas yang lebih baik karena memang industri tersebut tidak memiliki profitabilitas yang tinggi. Sebagai contoh, perusahaan yang bergerak di bidang industri yang sudah berada pada tahap maturity stage bahkan decline stage di dalam kurva daur hidup produknya cenderung memiliki profitabilitas yang rendah karena adanya intensitas kompetisi yang sangat tinggi dan tidak terdapat ruang yang cukup besar untuk melakukan inovasi produk lebih lanjut, sehingga perusahaan tidak memilki peluang untuk meningkatkan profit melalui diferensiasi produk. Melalui penelaahan mendalam selama hampir satu dekade, Porter menemukan bahwa fenomena-fenomena tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan struktur industri yang dihadapi oleh perusahaan. Struktur industri yang berpengaruh terhadap perumusan strategi perusahaan dan juga kinerja peerusahaan didefinisikan oleh Porter [1998:5] sebagai “the underlying economic and technical characteristics of an industry”. Struktur industri akan berpengaruh terhadap persaingan antar perusahaan di dalam industri yang akan menentukan profitabilitas dari suatu industri. Porter menyebutkan adanya lima kekuatan persaingan yang akan berpengaruh terhadap profitabilitas suatu industri, yaitu : the entry of new competitors [potential entrants], the threats of substitutes [substitutes], the bargaining power of buyers [buyers], the bargaining power of suppliers [suppliers], and the rivalry among the existing competitors. Kelima kekuatan persaingan akan menentukan profitabilitas perusahaan karena kelimanya akan mempengaruhi harga [price], biaya [cost], dan investasi yang diperlukan di mana ketiganya merupakan unsur-unsur dari return on investment. Kesimpulannya adalah bahwa menurut pendekatan the structure-conduct performance approach, strategi yang dikembangkan perusahaan dipengaruhi oleh struktur industri di mana perusahaan berada. Strategi yang dikembangkan diharapkan akan membentuk competitive advantage yang akan memberikan kontribusi dalam penciptaan superior profitability perusahaan. Lebih lanjut Michael Hitt [1999:7] memberikan deskripsi keterkaitan antara struktur industri dengan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing melalui penerapan strategi yang dia sebut memiliki strategic competitiveness, sehingga memungkinkan perusahaan memperoleh tingkat pengembalian atas penggunaan modal yang sangat tinggi. Michael Hitt menyebutnya Industrial Organization Model. Gambar 14.1. b.Resources-Based Approach Bila pendekatan struktur [the structure-conduct performance approach] memiliki asumsi bahwa formulasi strategi dan keberhasilan implmentasinya sangat ditentukan oleh struktur industri di mana perusahaan berada, maka resources-based approach berpendapat bahwa formulasi strategi dan keberhasilan implementasi sangat dipengaruhi oleh sumber daya organisasi dalam bentuk kompetensi yang berbeda [distinctive competencies] atau core competencies di dalam terminologi Prahalad dan Hamel [1990]. 14.2.Distinctive Competencies Distinctive competencies [Hill and Jones, 2004:77] merupakan keunggulan spesifik yang dimiliki perusahaan yang memungkinkan perusahaan melakukan diferensiasi produk mereka terhadap produk pesaing dan atau memiliki biaya lebih rendah [lower cost] dibanding kompetitor, sehingga perusahaan tersebut akan memperoleh keunggulan bersaing [competitive advantage]. Perusahaan dikatakan memiliki keunggulan bersaing dibanding perusahaan lainnya, bila perusahaan memiliki profitability yang lebih besar dibanding rata-rata profitability kompetitor dalam satu industri. Perusahaan dikatakan memiliki keunggulan bersaing yang berkelanjutan [sustainable competitive advantage] bila perusahaan mampu mempertahankan profitabilitasnya dibanding profitabilitas rata-rata industri selama bertahun-tahun. Distinctive competencies yang dimiliki suatu perusahaan berasal dari dua hal yang saling melengkapi satu dan lainnya, yaitu resources dan capabilities. Resources. Resources atau sumber daya adalah berbagai jenis input yang dimasukkan ke dalam operasi perusahaan. Resources mencakup modal, fasilitas fisik, manusia, teknologi, dan berbagai pendukung organisasi perusahaan lainnya yang memungkinkan sebuah perusahaan mencipatakan nilai [to create value] bagi para customernya. Sumber daya organisasi selanjutnya dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, sumber daya berwujud [tangible resources] yang mencakup segala jenis sumber daya yang dapat dilihat bentuk fsiknya seperti tanah, bangunan, pabrik, peralatan, mesin, uang, dan persediaan. Kedua, sumber daya tidak berwujud [intangible resources] yaitu berbagai sumber daya non-fisik yang diciptakan perusahaan dan para karyawannya, seperti nama merek [brand name], reputasi perusahaan, pengetahuan dan pengalaman SDM perusahaan, kekayaan intelektual perusahaan yang diwujudkan dalam bentuk paten, hak cipta, dan trademark. Capabilities. Capabilities menunjukkan kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk mengkoordinasikan sumber daya yang dimiliki dan memberdayakan sumber daya tersebut secara produktif. Secara umum kapabilitas perusahaan berasal dari tiga hal yaitu struktur organisasi, proses organisasi, dan sistem pengendalian organisasi. Ketiga hal tersebut secara bersama-sama akan menentukan bagaimana dan di mana keputusan dibuat dalam suatu organisasi perusahaan, perilaku apa saja dari karyawan yang akan mendapatkan rewards dari perusahaan serta apa yang menjadi nilai dan norma di dalam perusahaan. Kendati perusahaan memiliki sumber daya organisasi yang spesifik [bersifat khusus dan berbeda dengan sumber daya yang dmiliki pesaing] serta valuable, tetapi perusahaan tidak serta merta akan memperoleh distinctive competencies, apabila perusahaan tidak mampu menggunakan resources tersebut secara efektif. Dengan demikian, untuk memperoleh distinctive competencies setidak-tidaknya perusahaan harus dapat memenuhi salah satu syarat berikut ini. 1. Perusahaan memiliki sumber daya yang spesifik dan valuable serta memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk memperoleh keutungan dari penggunaan sumber daya tersebut. 2. Perusahaan memiliki kapabilitas yang khusus di dalam mengelola sumber daya perusahaan. Distinctive competencies dari suatu perusahaan akan bertambah kuat bila perusahaan dapat memenuhi kedua syarat tersebut di atas. Distinctive competencies perusahaan yang dibangun oleh resources dan capabilities akan menentukan bentuk strategi yang dipilih oleh perusahaan. Sebaliknya, strategi yang dibuat oleh perusahaan bila diimplementasikan akan mempengaruhi resoureces dan capabilities perusahaan dalam jangka panjang. Lebih lanjut, Michael Hitt [1999, 23] memberikan deskripsi keterkaitan antara sumber daya yang dimiliki perusahaan dengan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing melalui penerapan strategi yang dia sebut sebagai strategic competitiveness, sehingga memungkinkan perusahaan memperoleh tingkat pengembalian atas penggunaan modal yang sangat tinggi. Gambar 14.2. 14.3.Pengertian Manajemen Strategik [Strategic Management] Baik pendekatan struktural maupun pendekatan sumber daya menitikberatkan salah satu faktor penting dalam keberhasilan formulasi dan implementasi strategi perusahaan. Kedua pendekatan tersebut msih merupakan bahan kajian yang kaya dalam bidang perumusan strategi perusahaan dan masing-masing pendekatan memiliki para ‘pembelanya’ hingga saat ini. Konsep strategic management pada dasarnya berada di antara kedua kutub ekstrem pendekatan terdekatan tersebut di atas, di mana di satu sisi konsep strategic management mengakui pentingnya struktur industri dan analisis industri [misalnya tercermin dalam tahap environmental scanning dan situational analysis]. Di sisi lain, konsep strategic management juga mengakui pentingnya sumber daya organisasi [misalnya melalui analisis strength and weaknesess dalam analisis SWOT] bagi keberhasilan implementasi strategi. Strategic management merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang akan menentukan kinerja jangka panjang perusahaan [Wheelen and Hunger 2004: 2]. Porter [1979] berpendapat bahwa tujuan utama pembuatan strategi melalui proses manajemen strategik oleh perusahaan [yang di dalamnya mencakup berbagai keputusan strategik] adalah agar perusahaan mampu menghadapi perubahan lingkungan dalam jangka panjang. Artinya, perusahaan mampu mengeksploitasi peluang dan meminimalkan dampak threat dengan menyesuaikan sumber daya dan kapabilitasnya sesuai dengan perubahan lingkungan perusahaan. Sedangkan Barney dan Hesterley [2008] secara lebih spesifik menjelaskan bahwa tujuan pembuatan dan pemilihan strategi melalui proses manajemen strategik adalah agar perusahaan memperoleh keunggulan bersaing. 14.4.Tahapan di Dalam Strategic Management Menurut Wheelen dan Hunger [2004] kegiatan strategic management mencakup environmental scanning, perumusan strategi [strategy formulation], implementasi strategi [strategy implementation], serta evaluasi dan pengendalian. Gambar 14.3.Strategic Management Model Menurut Wheelen and Hunger 1.Tahap Environmental Scanning Environmental scanning yaitu suatu kegiatan monitoring, pengevaluasian, serta penyebaran informasi yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal peusahaan kepada personel kunci [key people] di dalam perusahaan. Kegiatan ini terdiri atas environmental scanning terhadap lingkungan eksternal perusahaan [external environment] yang dikelompokkan oleh Wheelen and Hunger sebagai societal environment dan task environment. Societal Environment atau disebut juga general environment, yaitu lingkungan eksternal perusahaan yang mempengaruhi industri seacara umum, bukan hanya industri yang spesifik sehingga akan menentukan arah perusahaan dalam jangka panjang. Sebagai contoh, meningkatnya kesadaran masyarakat dunia terhadap isu global warming akan mendorong munculnya kebutuhan energi alternatif yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Dengan menggunakan sumber energi yang ramah lingkungan, diharapkan akan dapat mengurangi emisi gas buang sehingga dalam jangka panjang akan memberi kontribusi terhadap perbaikan mutu lingkungan hidup secara global. Implemenrtasi penggunaan energi alternatif ramah lingkungan sebagai hasil kemajuan teknologi, tidak hanya akan mempengaruhi industri otomotif melainkan akan mempengaruhi pula industri lain yang saat ini masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Faktor-faktor yang harus dikaji oleh perusahaan dan termasuk ke dalam kelompok societal environment antara lain, perubahan demografi, ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum, dan masalah lingkungan hidup. Task environment adalah berbagai elemen atau kelompok di lingkungan eksternal perusahaan yang dipengaruhi secara langsung oleh tindakan perusahaan, oleh karenanya akan mempengaruhi perusahaan. Yang termasuk task environment antara lain para suppliers, para customers, para competitors, local communities, special interest groups, trade associates, dan governments. Task environment bagi sebuah perusahaan korporasi merupakan industri di mana perusahaan tersebut melaksanakan aktivitas bisnisnya, sehingga analisis terhadap task environment dilakukan melalui industry analysis. Menurut Wheelen and Hunger [2004;53], industry analysis merupakan pengkajian secara mendalam terhadap berbagai faktor kunci dalam suatu lingkungan tugas [task environment] perusahaan. Pemindaian lingkungan [environmental scanning] dilakukan pula terhadap lingkungan internal perusahaan dengan tujuan menyesuaikan sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki perusahaan akan dapat menunjang implementasi strategi perusahaan. 2.Tahap Strategy Formulation Pada tahap ini perusahaan secara berkala mengkaji kembali misi dan tujuan perusahaan serta merumuskan strategi yang sesuai dengan misi dan tujuan perusahaan. Misi dan tujuan perusahaan dapat mengalami perubahan sesuai dengan strategi yang dipilih oleh perusahaan. Perusahaan yang melakukan perubahan secara signifikan dapat mengubah visi, misi, dan tujuan perusahaan sesuai dengan strategi yang dipilih oleh pimpinan perusahaan. Hal ini terjadi pada perusahaan Samsung yang dipimpin oleh Kun Hee Lee di era tahun 1993an di mana Kun Hee Lee (Robbins and Judge, 2007 : 573) mengubah Samsung secara sgnifikan dari perusahaan yang biasanya hanya memproduksi “me-too produk” menjadi perusahaan penghasil produk-produk inovatif dengan menggunakan teknologi mutakhir [cutting edge technology]. Perubahan misi dan tujuan perusahaan secara mendasar akibat perubahan strategi perusahaan juga terjadi pada perusahaan Nokia, di mana pada awalnya Nokia memiliki bisnis inti dalam indusri diapers, rubber boots, dan kertas. Tetapi dengan adanya peluang usaha yang jauh lebih menarik di bidang usaha telepon seluler, perusahaan ini selanjutnya mengubah bisnis intinya [yang juga sekaligus akan mengubah misi dan tujuan perusahaan] menjadi usaha di bidang produksi telepon genggam. 3.Tahap Strategy Implementation Tujuan dan strategi perusahaan yang telah dibuat akan dapat diimplementasikan dengan baik apabila tujuan dan strategi tersebut dituangkan ke dalam rangkaian kegiatan dalam bentuk program yang terjadwal dengan jelas serta memperoleh alokasi sumber daya yang memadai yang telah dituangkan ke dalam bentuk anggaran [budget] yang akan mendukung setiap program. Program yang dibuat oleh perusahaan selanjutnya harus didukung dengan prosedur yang menjelaskan secara rinci bagaimana suatu kegiatan atau pekerjaan harus dilakukan. Prosedur aakan menjelaskan berbagai aktivitas yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu program. Selain itu perusahaan harus mengembangkan struktur organisasi yang akan memudahkan implementasi strategi yang telah dipilih perusahaan. 4.Tahap Evaluation and Control Sebagai sebuah proses manajemen, model strategic management yang dikemukakan oleh Wheelen and Hunger diakhiri dengan tahapan ini. Pada tahap evaluasi, perusahaan akan membandingkan kinerja aktual [actual performance] yang dicapai perusahaan dengan standar kinerja. Hasil evaluasi akan dijadikan dasar bagi perusahaan dalam melakukan pengendalian, yakni apakah kesenjangan yang terjadi antara actual performance dengan standard performance masih berada dalam toleransi ataukah sudah menyimpang sangat jauh sehingga perlu dilakukan corrective action. Hasil evaluasi dan pengendalian selanjutnya akan menjadi umpan balik [feedback] bagi perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan melakukan perbaikan dalam setiap langkah proses strategic management sejak environmental scanning sampai tahap evaluation and control. Gambar 14.4.Proses Manajemen Strategik 14.5.Jenis-Jenis Strategi Bila strategi yang dibuat perusahaan dikaitkan dengan struktur organisasi perusahaan [dalam hal ini yang dimaksud perusahaan adalah perusahaan berbentuk korporasi yaitu perusahaan yang memiliki beberapa bidang usaha dalam satu wadah organisasi perusahaan, maka strategi yang dibuat perusahaan dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok strategi [Wheelen and Hunger, 2004], yaitu corporate strategi, business strategy, dan functional strategy. 1. Corporate strategy menunjukkan arah keseluruhan strategi perusahaan dalam arti apakah perusahaan akan memilih strategi pertumbuhan [growth], strategi stabilitas [stability], atau strategi pengurangan usaha [retrenchment], serta bagaimana pilihan strategi tersebut disesuaikan dengan pengelolaan berbagai bidang usaha dan produk yang terdapat di dalam perusahaan. 2. Business strategy merupakan strategi yang dibuat pada level business unit, divisi atau product level dan strateginya lebih ditekankan untuk meningkatkan posisi bersaing produk atau jasa perusahaan di dalam suatu industri tertentu atau segmen pasar tertentu. 3. Functional strategy merupakan strategi yang dibuat oleh masing-masing fungsi organisasi perusahaan [misalnya strategi marketing, strategi keuangan, strategi produksi] dengan tujuan menciptakan kompetensi yang lebih baik dibanding pesaing [distincticve competence] sehingga akan meningkatkan keunggulan bersaing [competitive advantage]. Pertemuan 15. Hasil Penelitian di Bidang Manajemen Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa akan dapat memahami berbagai hasil penelitian di bidang manajemen dan dapat mengimplementasikannya. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa akan dapat memahami berbagai hasil penelitian di bidang manajemen, dapat membandingkannya dengan teori, serta dapat mengimplementasikan hasil penelitian dan teori di dalam mencari solusi masalah di bidang manajemen. 1. Leadership and Motivation By : Ralph Nader Research Conclusion A single theory of motivation in isolation may provide some understanding of human behaviour, but by combining these theories, one may see patterns that assist in understanding why some people participate as they do. For example, the works of Maslow and Alderfer to some extent may provide understanding of why some people participate at higher levels than others and identify some of the rewards that may help this level of participation to continue. Researcher observations of leaders when combined with the leadership styles discussed in this unit will help us understand why some leaders perform successfully, why some encounter difficulties and still others struggle with low levels of support while displaying high technical abilities. Understanding leadership and motivation opens our minds to new thought processes of how people behave and why, helps understand some general principles of human behaviour and allows us to use these theories as a guide for our participation, analysis and understanding of group behaviour. This understanding can serve us best in selecting individuals who display some of these qualities to fill specific roles in our organizations and communities. 2. Influences on Employee’s Career Strategy Adoption of Information Service Industry: Superior’s Leadership Styles or Employee’s Achievement Motivation? Kuo, Y. F. (2006), International Journal of Management, 23(1), pp. 176-186. Research Conclusion The purpose of this study is to investigate the relationships between superior’s leadership styles and subordinate’s achievement motivation on subordinate’s career strategy adoption of information service industry in Taiwan. Canonical correlation analysis and t-test were used to analyze the data. Results indicate that superior’s leadership style has nothing to do with subordinate’s career strategy adoption, but subordinate’s achievement motivation has significant effect on career strategy adoption. Additional, high achievement motivation employees adopt the career strategies more frequently than low achievement motivation employees do. 3. Corporate Social Responsibility and Sustainable Business a Guide to Leadership Tasks and Functions By: Alessia D’Amato ; Sybil Henderson ; and Sue Florence Research Conclusion According to the emergent literature, there is a growing awareness that busi¬ness needs to manage its relationship with the wider society. Corporate lead¬ers are responsible for their corporations’ impact on society and the natural environment beyond legal compliance and the liability of individuals. To the novice, this annotated bibliography offers a short but nevertheless deep intro¬duction to the field. More experienced leaders can gain new perspectives on how to grow in their approach to sustainability and how to develop innovative business models in accord with the triple bottom line. CSR is becoming a leading principle of top management and of en-trepreneurs. The number of observations in research in this field clearly delineated models, leadership competencies, accountability, and structure of partnerships as well as organizational challenges and limitations and ethics. 4. The Relationship Between Leadership Styles and Motivation of Managers Conceptual Framework By:Yaser Mansour Almansour Journal of Arts, Science & Commerce Research Conclusion Transformational leadership is implemented when leaders involve broaden and elevate their sub-ordinates’ interests, when they generate awareness and acceptance of the group’s tasks and mission. This also happen when a leader creates the need within subordinates to look beyond their own self-interests for the good of others. Transactional leadership involves leader-follower exchanges necessary for achieving routine performance agreed upon between leaders and followers. Situational leadership involves the flexible leaders to have the social perceptiveness and information to match their behavior with situational demands which that indicates to the more flexible leader is one who is capable of showing a wider verity and range of situation appropriate behavioral responses. Pertemuan 16. UJIAN AKHIR SEMESTER Referensi 1.Management a Global Perspective by Harold Koontz, International Edition, McGraw-Hill. 2. Management ED.10 Jilid 1. Stephen P, Robbins, Mary Coulter. 2009, Penerbit Erlangga. 3. Management ED.10 Jilid 2. Stephen P, Robbins, Mary Coulter. 2009, Penerbit Erlangga. 4. Management Jilid 1. Stephen P, Robbins, Mary Coulter. Pearson Education Publisher. 5. Management Jilid 2. Stephen P, Robbins, Mary Coulter. Pearson Education Publisher. 6. Pengantar Manajemen. Ismail Solihin. 2011, Penerbit Erlangga.